Thursday, April 12, 2007

Autisme, Penyakit Aneh Anak-Anak

Papinto dikeroyok 2 anak autis.
Pagi tadi aku dapet undangan menghibur anak2 autis binaan Yayasan Bina Autis Surabaya. Pertama aku mengengar nama penyakit ini kira2 setahun yll dan belum ngerti apa2. PD aja aku berangkat dengan penampilan baru pake musik rebana bila sedang nampil ndongeng. Setelah putar2 cari alamat yang susah, sebab yayasan ini belum memiliki papan nama. Setelah kontak lewat wartel, akhirnya ketemu juga. Masuk halaman yang tenang, tapi begitu sampai didalam aku disambut jeritan seorang gadis cute dan cantik sekali. Usianya kira2 13 tahun. Ya, ampun ternyata ia penderita autis, segera rasa jatuh kasihanku padanya. Ketika kutanyakan pada Ibu Asih sang pengasuh, ko tak ada gejala luar sama sekali. O, ia memang yang nampak paling tenang disini, itu kalo belum punya hasrat untuk berkomunkasi, tapi kalau udah ngomong sulit sekali untuk berhenti. Jeda antara tertawa dan menangis tidak ada, jadi semacam terdapat gangguan emosional. Lain lagi si Joni yang usianya kira2 10 tahun, tiba2 ia menghampiriku dan memperhatikan wajahku dengan seksama lantas mengambil potlot dan kertas, lalu dengan tekun mencoba untuk melukisku..hasilnya tubuh aku digambar segede ibu jari dengan kepala sebesar koin seratusan, wah kok seperti gambar tomat? ia cuma tertawa tawa saja. Alhasil, penampilanku dianggap sukses karena hanya ada 2 orang anak yang maju kedepan "menyerangku" untuk merebut musik rebanaku, jadilah aku mendongeng sambil rebutan rebana.


Apakah penyakit autis itu?

Penyakit "Autis" sering menjadi perbincangan hangat di kalangan
orangtua dan pakar kesehatan anak. Kurangnya informasi tentang
penyakit ini sering membuat orangtua dicekam rasa takut dan kuatir, terutama
jika mendapati anaknya dinilai memiliki tingkah laku yang
aneh. Bahkan, ada orangtua yang berceletuk, "Lebih baik memiliki anak yang
menderita bibir sumbing daripada menderita autis."

Nah, apakah sebenarnya penyakit autis? Gejala-gejala apa saja yang patut
diwaspadai untuk melakukan deteksi dini? Kami mengajak Anda
menyimak e-Konsel edisi kali ini karena pokok bahasan yang kami
sajikan dalam edisi ini adalah tentang penyakit autisme. Selamat
menyimak. (Tes)


MENGENAL AUTIS


Banyak sekali definisi yang beredar tentang Autis. Tetapi secara
garis besar, Autis, adalah gangguan perkembangan khususnya terjadi
pada masa anak-anak, yang membuat seseorang tidak mampu mengadakan
interaksi sosial dan seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Pada
anak-anak biasa disebut dengan Autis Infantil.

Schizophrenia juga merupakan gangguan yang membuat seseorang menarik
diri dari dunia luar dan menciptakan dunia fantasinya sendiri:
berbicara, tertawa, menangis, dan marah-marah sendiri.

Tetapi, ada perbedaan yang jelas antara penyebab dari Autis pada
penderita Schizophrenia dan penyandang Autis Infantil. Schizophrenia
disebabkan oleh proses regresi karena penyakit jiwa, sedangkan pada
anak-anak penyandang Autis Infantil terdapat kegagalan perkembangan.

Gejala Autis Infantil timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun.
Pada sebagian anak, gejala-gejala itu sudah ada sejak lahir. Seorang
ibu yang sangat cermat memantau perkembangan anaknya sudah akan melihat
beberapa keganjilan sebelum anaknya mencapai usia 1 tahun.
Yang sangat menonjol adalah tidak adanya atau sangat
kurangnya tatap mata.

Untuk memeriksa apakah seorang anak menderita autis atau tidak,
digunakan standar internasional tentang autis. ICD-10 (International
Classification of Diseases) 1993 dan DSM-IV (Diagnostic and
Statistical Manual) 1994 merumuskan kriteria diagnosis untuk Autis
Infantil yang isinya sama, yang saat ini dipakai di seluruh dunia.
Kriteria tersebut adalah:

Untuk hasil diagnosa, diperlukan total 6 gejala (atau lebih)
dari no. (1), (2), dan (3), termasuk setidaknya 2 gejala dari no. (1) dan
masing-masing 1 gejala dari no. (2) dan (3).

1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik.
Minimal harus ada dua dari gejala-gejala di bawah ini:
- Tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai:
kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak-
gerik kurang tertuju.
- Tidak bisa bermain dengan teman sebaya.
- Tak ada empati (tak dapat merasakan apa yang dirasakan orang
lain).
- Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang
timbal balik.

2. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi. Minimal harus ada
satu dari gejala-gejala di bawah ini:
- Perkembangan bicara terlambat atau sama sekali tak berkembang.
Anak tidak berusaha untuk berkomunikasi secara non-verbal.
- Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak dipakai untuk
berkomunikasi.
- Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang.
- Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif, dan kurang
dapat meniru.

3. Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam
perilaku, minat, dan kegiatan. Minimal harus ada satu dari gejala
di bawah ini:
- Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat
khas dan berlebihan.
- Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas
yang tidak ada gunanya.
- Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang.
- Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda.

Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam bidang:
a. interaksi sosial,
b. bicara dan berbahasa,
c. cara bermain yang monoton, kurang variatif.

Autis bukan disebabkan oleh Sindroma Rett atau Gangguan Disintegratif
Masa Kanak. Namun, kemungkinan kesalahan diagnosis
selalu ada, terutama pada autis ringan. Hal ini biasanya disebabkan
karena adanya gangguan atau penyakit lain yang menyertai gangguan
autis yang ada, seperti retardasi mental yang berat atau hiperaktivitas.

Autis memiliki kemungkinan untuk dapat disembuhkan, tergantung dari
berat tidaknya gangguan yang ada. Berdasarkan kabar terakhir, di
Indonesia ada 2 penyandang autis yang berhasil disembuhkan, dan kini
dapat hidup dengan normal dan berprestasi. Di Amerika, dimana
penyandang autis ditangani secara lebih serius, persentase kesembuhannya
lebih besar.

Bila Anda membutuhkan informasi yang lebih detail tentang autis,
silakan menghubungi alamat di bawah ini:

- Pusat Pelayanan Gangguan Perkembangan Anak Fakultas Psikologi
(P2GPA) Unika Soegijapranata Jl. Imam Bonjol 186 A, Semarang 50132
Telp. (024) 554613

- Perkumpulan Orangtua Pembina Anak Autistik (POPAA)
Jl. Erlangga Tengah III/34, Semarang
Telp. (024) 313083

- Yayasan Autisma Indonesia
Jl. Buncit Raya No. 55, Jakarta Pusat
Telp. (021) 7971945 - 7991355


APAKAH AUTIS ITU DAN APA YANG BISA KITA LAKUKAN?


Autis adalah penyakit atau gangguan pada perkembangan otak yang
diperkirakan menyerang 1 dari 1.000 orang di Amerika. Orang yang
menderita autis biasanya kurang mampu berbahasa dan tidak mampu
bergaul dengan lingkungan sosialnya. Sekitar 80% dari jumlah
penderita autis adalah laki-laki. Mengapa demikian, alasannya
tidak diketahui oleh para peneliti.

Hal yang juga tidak diketahui adalah penyebab autis. Segala
sesuatu dari perubahan genetik hingga kontak kandungan ibu dengan penyakit
sampai ketidakseimbangan kimia telah dipersalahkan. Namun
faktor-faktor orangtua bisa diabaikan sebagaimana yang dianjurkan
oleh beberapa peneliti.

Walaupun diinformasikan bahwa mereka tidak ada hubungannya
dengan penyakit anak mereka ini, beberapa orangtua terus-menerus
mengatakan
bahwa mereka merasa bersalah karena tidak mampu berinteraksi
dengan anak mereka. Berikut ini adalah apa yang diketahui tentang autis.

1. Kesulitan dengan kemampuan organisasi
-------------------------------------
Penderita autis lepas dari kemampuan intelektual mereka, ternyata
memiliki kesulitan mengatur diri mereka sendiri. Seorang pelajar
autis mungkin bisa menyebutkan tanggal-tanggal bersejarah setiap
perang yang terjadi, namun selalu lupa membawa pensil mereka ke
kelas. Murid-murid ini bisa jadi seorang yang sangat rapi atau
paling jorok. Orangtua harus selalu ingat untuk tidak memaksakan
kehendaknya pada mereka. Mereka hanya tidak mampu mengatur diri
mereka sendiri tanpa pelatihan yang spesifik. Seorang anak

penderita autis memerlukan pelatihan kemampuan mengatur dengan
menggunakan langkah-langkah kecil yang spesifik supaya berfungsi
dalam situasi sosial dan akademis.

2. Seorang penderita autis memiliki masalah dengan pemikiran yang
bersifat abstrak dan konseptual
--------------------------------------------------------------
Lepas dari apa yang dikatakan orangtua, beberapa penderita autis
akhirnya memperoleh kemampuan abstrak, namun ada juga yang tidak.
Pertanyaan: "Mengapa kamu tidak mandi?" nampaknya sesuai untuk
dikatakan ketika sedang menghadapi anak yang tidak mau mandi.
Dengan anak autis seringkali lebih baik menghindari kalimat
pertanyaan yang mengundang perdebatan, sebaiknya Anda mengatakan:
"Saya tidak suka kalau kamu tidak mandi. Ayo, masuk ke kamar
mandi dan mandi sekarang. Kalau kamu butuh bantuan, saya akan
menolongmu tapi saya tidak akan memandikan
kamu." Hindari menanyakan pertanyaan yang panjang lebar. Para orangtua ataupun
perawat harus sekonkret mungkin dalam seluruh interaksi mereka.

3. Peningkatan tingkah laku tak wajar mengindikasikan peningkatan
stres
--------------------------------------------------------------
Dalam banyak situasi, terutama situasi yang tidak akrab, akan
menyebabkan stres sehubungan dengan perasaan atau hilangnya
kontrol. Dalam kebanyakan contoh, stres bisa dikurangi ketika
anak-anak diizinkan untuk keluar dari situasi yang menekan.
Membuat program untuk membantu anak-anak menghadapi stres di
sekolah sangat disarankan.

4. Perilaku mereka yang berbeda janganlah diambil hati
---------------------------------------------------
Penderita autis seharusnya tidak dianggap sebagai seorang yang
selalu berperilaku menyimpang atau ingin menyakiti perasaan orang
lain atau mencoba membuat hidup jadi sulit bagi orang lain.
Seorang penderita autis jarang bisa bersikap manipulatif. Umumnya
perilaku mereka merupakan hasil dari usaha mereka keluar dari
pengalaman yang menakutkan, atau membingungkan. Penderita autis,
secara alami karena ketidakmampuan mereka, memiliki sifat
egosentris. Kebanyakan penderita autis menghadapi masa-masa sulit
untuk bisa memahami reaksi orang lain karena adanya
ketidakmampuan persepsi.

5. Gunakan kata-kata dengan makna sesungguhnya
-------------------------------------------
Secara sederhana, katakanlah apa yang Anda maksudkan. Jika
pembicara tidak sangat mengenal si penderita autis, sebaiknya
mereka menghindari penggunaan: singkatan/panggilan, ejekan,
kalimat bermakna ganda, idiom, dan sebagainya.

6. Ekspresi wajah dan isyarat-isyarat lainnya biasanya tidak
berhasil

---------------------------------------------------------
Umumnya, mayoritas penderita autis memiliki kesulitan membaca
ekspresi wajah dan mentafsirkan bahasa tubuh atau perilaku dengan
kesan-kesan tertentu.

7. Seorang penderita autis nampak tidak mampu mempelajari sebuah
tugas
-------------------------------------------------------------
Ini merupakan sebuah tanda bahwa tugas atau tugas-tugas itu
terlalu sulit baginya dan perlu disederhanakan. Cara lainnya
adalah menghadirkan tugas-tugas itu dengan cara yang berbeda --
baik secara visual, fisik, maupun verbal. Metode-metode ini
seringkali diabaikan oleh guru-guru dan orangtua di rumah karena
hal ini memerlukan kesabaran, waktu eksperimen, dan kemauan untuk
mengubah metode atau kebiasaan lama.

8. Hindari terlalu banyak informasi atau kata-kata
-----------------------------------------------
Para guru dan orangtua harus jelas, menggunakan kalimat-kalimat
pendek dengan bahasa yang sederhana untuk menyampaikan maksud
mereka. Jika anak-anak tidak punya masalah pendengaran dan bisa
memperhatikan Anda, ia mungkin kesulitan memisah-misahkan apa
yang diajarkan dan informasi lainnya.

9. Tetaplah konsisten
------------------
Persiapkan dan berikan sebuah daftar pendek pelajaran yang akan
Anda ajarkan. Tulislah pada sebuah grafik. Datangi mereka setiap
hari pertama-tama dengan anak yang muda. Jika perubahan terjadi,
katakan padanya dan ulangi informasi tentang perubahan itu.

10. Aturlah sikapnya
----------------
Meskipun rasanya mustahil, adalah mungkin untuk mengatur sikap
anak autis. Kuncinya ialah konsistensi dan pengurangan stres
pada anak. Juga dianjurkan untuk melakukan penambahan sikap
sosial yang positif dilakukan secara rutin.

11. Hati-hati dengan lingkungan
---------------------------
Dalam banyak contoh, seorang penderita autis bisa sangat sensitif
dengan apa yang ada dalam ruangan. Cat tembok warna cerah atau
dengungan lampu pijar sangat mengganggu bagi para penderita
autis. Untuk membuat perubahan yang berarti, guru dan orangtua
perlu waspada dan berhati-hati terhadap lingkungan dan masalah-
masalah yang ada.

12. Anak yang memiliki perilaku menyimpang atau terus-menerus
membangkang merupakan sebuah tanda masalah
---------------------------------------------------------
Sekalipun anak-anak kadang-kadang berperilaku menyimpang atau
membangkang, seorang penderita autis seringkali bersikap demikian
ketika dia kehilangan kendali. Ini bisa menjadi sinyal bahwa
seseorang atau sesuatu di sekitarnya membuatnya marah atau
terganggu. Hal yang sangat menolong ialah keluar dari
lingkungan itu atau jika ia bisa menuliskan apa yang mengganggunya, tetapi
jangan mengharapkan sebuah respon positif misalnya ia melanjutkan
untuk mengerti apa yang sedang terjadi dan apa artinya. Metode
keberhasilan lainnya adalah permainan peran dan mendiskusikan apa
yang membuatnya marah atau berkelakuan buruk. Biarkan ia menjawab
karena ia berpikir Anda akan meresponi tingkah lakunya.
Memanfaatkan aktivitas ini akan menolong untuk mengurangi
kepadatan sebuah situasi sehingga mengubah fokusnya dengan
memperhatikan apa yang mengganggunya.

13. Jangan menduga apa pun saat mengevaluasi kemampuan atau
keahliannya
-------------------------------------------------------
Orang-orang yang menangani anak-anak autis melaporkan bahwa
beberapa orang autis sangat pintar matematika, tetapi tidak mampu
menghitung uang kembalian yang sederhana di kasir. Atau,
mereka memiliki kemampuan mengingat setiap kata yang ada dalam sebuah
buku yang dibacanya atau pidato yang ia dengar, tetapi tidak
ingat untuk membawa kertas ke kelas atau dimana ia menaruh sepatu
olahraganya. Perkembangan kemampuan yang tidak seimbang merupakan
sifat autisme. Autisme, sebagaimana disebutkan di atas, tidak
begitu diketahui atau dipahami dengan baik. Ini masih merupakan
masalah yang membingungkan bagi orangtua, guru dan mereka yang
bekerja dan mengobservasi anak-anak semacam ini.

14. Kunci
-----
Kunci untuk bekerja dengan penderita autis ialah:
BERSABARLAH, BERPIKIRAN POSITIF, KREATIF, FLEKSIBEL, dan
OBJEKTIF.

Tips tambahan bagi para orangtua:

1. Temuilah dokter
---------------
Jika Anda menduga anak Anda menderita autis, temui seorang dokter
ahli dan mintalah diagnosa. Mintalah penjelasan kepada mereka dan
tanyakan sebanyak mungkin pertanyaan yang menurut Anda perlu
ditanyakan. Bersikaplah kritis! Jangan menunggu mereka memberikan
informasi kepada Anda karena Anda akan menunggu begitu lama tanpa
jawaban.

2. Pelajarilah hak-hak orang cacat
-------------------------------
Biasakanlah diri dengan tindakan-tindakan orang cacat. Jangan
takut untuk mengajukan permintaan pada dokter medis, sekolah,
pengurus sekolah atau para guru. Mereka hanya akan melakukan apa
yang diperintahkan atau diminta pada mereka. Dalam hal ini,
kesabaran, kegigihan, pengetahuan, dan sikap menghormati akan
memberikan hasil yang baik.

3. Carilah bantuan
---------------
Banyak anak cacat tidak pernah memperoleh bantuan karena orangtua
mereka merasa takut dan malu. Ingat, tidak ada hal yang telah
Anda lakukan yang menyebabkan kecacatan ini terjadi. Orang lain
juga punya masalah yang serupa. Ada pertolongan untuk anak Anda.
Teruslah mencari informasi.

4. Bersabarlah
-----------
Jangan menyerah. Ingatlah bahwa anak Anda tidak suka bertindak
seperti itu tetapi mereka hanyalah berusaha untuk mendapatkan
perhatian dari dunia dan sekitar mereka.

5. Jangan berulang-ulang berusaha melatih sebuah tugas kepada anak
---------------------------------------------------------------
Penderita autis biasanya menolak perubahan aktivitas rutin.
Memaksa anak autis melakukan sesuatu justru bisa jadi malapetaka.
Lebih baik jika Anda melihat ia mengalami kesulitan, mundurlah
dan cobalah untuk memecahkan tugas itu menjadi sesuatu yang lebih
sederhana dan mudah dikerjakan. Ini artinya ia telah mencapai
batasnya -- sebagaimana kita semua juga bisa demikian. Cobalah
untuk memberikannya pilihan. Ini akan memberinya indera kontrol
dan stabilitas diri. (T/Sil)

Sumber : Situs Faithwriters
www.faithwriters.com


APAKAH ANAK SAYA AUTIS?


PERTANYAAN
==========
Perkembangan putra sulung saya sangat memprihatinkan.
Dia tak peduli dengan lingkungan sekitarnya dan lebih senang mengucilkan diri
ketimbang bermain dengan teman-teman seusianya. Saya harus
berteriak saat memanggil, untuk membuatnya menoleh ke arah saya. Tidak cuma
itu, dia juga kurang 'nyambung' kalau diajak bicara. Apalagi
kalau saya berkomunikasi lewat telepon, padahal usianya
sudah 5 tahun.
Awalnya, saya kira dia punya kelainan dengan telinganya. Tetapi
setelah diperiksa, dokter
bilang telinga anak saya baik-baik saja. Yang lebih mengkuatirkan, dia sanggup menangis berjam-jam jika
sedang marah atau ngambek.

Seorang teman mengatakan kemungkinan anak saya menderita autis.
Ketika saya bawa ke dokter, diagnosanya menyatakan baru sebatas
gejala dan anak saya disarankan ikut terapi. Yang ingin saya tanyakan, benarkah semua perilaku anak saya adalah gejala autis?
Kalau ya, bisakah disembuhkan dan bagaimana perkembangannya setelah
dia dewasa? Apakah autis berkait erat dengan keterbelakangan mental?

JAWABAN
=======
Austis adalah gangguan perkembangan yang luas yang terjadi pada
anak, dan bisa terjadi pada siapa saja. Anak yang menderita autis
biasanya mengalami gangguan perkembangan di bidang komunikasi, interaksi,
perilaku, emosi, dan sensoris. Gejala autis sudah tampak
sebelum anak berusia 3 tahun, yakni:
- tidak adanya kontak mata,
- tidak menunjukkan respon
terhadap lingkungan,
- kurang dalam berhubungan dengan orang lain (misalnya dalam bentuk
komunikasi non verbal yang lemah),
- kurang ekspresif serta kurang beremosi.

Selain itu, perkembangan bahasanya juga lambat. Misalnya:
- jumlah kosa kata yang dikuasai sangat minim dan tidak sesuai
dengan usianya,
- kurang berinisiatif dalam berkomunikasi dengan orang lain,
- penggunaan bahasa yang diulang-ulang,
- kurang spontan,
- mengulang-ulang gerakan dan sebagainya.

Jika tidak dilakukan terapi, maka setelah usia 3 tahun perkembangan
anak akan terhambat atau mundur, seperti misalnya, kurang mengenal
suara orangtuanya dan kurang mengenal namanya.

Penyebab autis belum diketahui secara pasti. Namun diduga akibat
gangguan neurobiologis pada susunan syaraf pusat, yaitu:
- faktor generik,
- gangguan pertumbuhan sel otak pada janin,
- gangguan pencernaan,
- keracunan logam berat,
- dan gangguan autoimun.

Mengenai kesembuhan penyakit autis, sebetulnya tergantung pada
penyebabnya. Jika penyebabnya faktor gangguan pada otak, maka autis
tidak dapat sembuh total, meski gejalanya dapat dikurangi dan
perilakunya dapat diubah ke arah positif dengan berbagai terapi.

Untuk anak Anda, sebelum menjatuhkan vonis autis, sebaiknya Anda
membawanya ke psikiater anak agar bisa diperiksa secara lebih
terarah. Dengan demikian, bisa diketahui apakah betul anak Anda
menderita penyakit autis atau tidak. Ini dilakukan agar Anda bisa
mengambil langkah ke depan secara lebih tepat. Anda juga dapat
melakukan berbagai tindakan seperti, mengamati perilaku anak secara
mendalam, mengetahui riwayat perkembangannya, melakukan pemeriksaan
medis (kerjasama dengan dokter, psikolog), serta melakukan terapi
wicara dan perilaku. Yang pasti, terapi ini bisa memakan waktu lama,
sampai berbulan-bulan.
Keberhasilan terapi itu sendiri tergantung diagnosa. Semakin dini
diagnosa dilakukan, semakin tinggi
keberhasilan pengobatan anak Anda. (PG)

Sumber diambil dari:
Situs Parentsguide
www.parentsguide.co.id


KEPONAKANKU AUTIS?


Pada 18 Maret 2005 lalu anak pertama kakak saya meninggal dunia.
Tentu, kami sekeluarga, khususnya kakak dan suami kakak saya sangat
terpukul karena peristiwa ini. Hampir semua keluarga dekat dan
teman-teman kami menghibur dengan mengatakan bahwa ini adalah
kehendak Tuhan dan pasti ada rencana yang indah di balik kematian
Yudhist (nama anak itu). Sebenarnya, waktu itu saya shock sekali.
Sekalipun saya sudah menerima keadaan itu, selama berhari-hari
kesedihan itu tidak juga pergi dari hati saya. "Orang memang dapat
dengan mudah mengatakan bahwa itu adalah kehendak Tuhan karena
mereka tidak mengalami sendiri sehingga mereka tidak dapat merasakan
apa yang kami rasakan," itulah yang saya pikirkan selama berhari- hari.
Namun, kemudian Tuhan membuka hati dan pikiran saya. Dia
membuat saya mengerti bahwa ini adalah kehendak dan rencana-Nya.

Benar sekali,... setelah kematian Yudhist, perhatian kami tertuju
kepada Bintang, adiknya yang berusia kurang lebih 1,5 tahun. Dengan
berjalannya waktu kami sekeluarga melihat ada sesuatu yang aneh pada
dirinya. Dia sangat aktif (hiperaktif), dan pertumbuhan ataupun
perkembangannya tidak sesuai dengan tahapan usianya, khususnya dalam
hal berbicara. Bukan hanya itu saja, dia bahkan tidak pernah
memperhatikan jika diajak bicara (tidak ada kontak mata). Dan, ibunya mengira dia autis. Hal itu membuat kami
semua gelisah. Saya berpikir, "Apalagi ini?"

Untuk membuktikan semua dugaan kami, sang ibu membawanya ke pusat
pendidikan terapi autisme di Solo untuk diperiksa. Hasil pemeriksaan
dokter menyatakan bahwa keponakan saya itu sedang di ambang autis.
Penyebabnya adalah kurang perhatian dan kasih sayang dari
orangtuanya. Saya tersentak waktu mendengarnya. "Bagaimana dia bisa
kurang kasih sayang?" Dengan penuh rasa sesal, ibunya bercerita
bahwa selama ini, Yudhist dan Bintang mengalami pertumbuhan yang berbeda.
Yudhist mendapat perhatian dan kasih sayang yang lebih
banyak daripada Bintang. Orangtuanya selalu menganggap bahwa Bintang
bisa dinomorduakan karena dia tidak pernah mengungkapkan aksi protes
terhadap perlakuan orangtuanya. Hal itu menjadi kebiasaan, sehingga
akhirnya Bintang tumbuh menjadi anak yang cuek, tidak peduli dengan
keadaan, dan seolah-olah memiliki dunianya sendiri. Dokter mengatakan
jika hal ini dibiarkan terus-menerus, maka Bintang akan
benar-benar menjadi autis.

Peristiwa ini betul-betul membuka mata saya. Mengingat janji Tuhan
yang mengatakan bahwa segala sesuatu diizinkan terjadi untuk
mendatangkan kebaikan (Roma 8:28). Hikmah di balik kematian Yudhist
sedikit demi sedikit mulai dinyatakan-Nya. Terbayang di benak saya,
"Bagaimana jika Tuhan tidak memanggil Yudhist, apakah Bintang benar-
benar akan menjadi autis? Apakah orangtuanya akan menyadari hal
ini?"

Sekarang saya mulai mengerti. Dengan seluruh kemampuan, saya mencoba
untuk mengerti semua yang terjadi, namun saya gagal untuk mengerti
karena saya mengandalkan kekuatan sendiri. Dan, setelah saya
memutuskan untuk merendahkan diri di bawah tangan Tuhan yang kuat,
saya mulai mengerti bahwa di balik kematian Yudhist ada rencana
indah yang dikerjakan Tuhan bagi semuanya, khususnya bagi Bintang.
Namun, ini juga bukan berarti demi kebaikan Bintang Tuhan mengambil
Yudhist. Saya masih terus bergumul untuk mencoba mengerti hal-hal
yang belum saya mengerti. Namun, saya yakin suatu saat nanti, entah
kapan, Allah akan menyatakan semua yang belum saya ketahui.

Beberapa bulan ini Bintang menjalani terapi di pusat pendidikan
terapi autisme di Solo. Dan, selama menjalani terapinya, ia harus
masuk setiap hari Senin hingga Jumat untuk belajar berinteraksi
dan mengenali lingkungan. Selain itu, dia juga harus menjalani diet
untuk tidak makan makanan yang terbuat dari tepung terigu. Terkadang,
saya merasa kasihan melihatnya. Seharusnya, anak seusia
dia paling suka dengan makanan yang bervariasi, termasuk terbuat dari tepung terigu. Namun, saya mengerti itu harus
dijalaninya demi kesembuhannya.

Satu hal yang membuat saya bersyukur, setelah beberapa bulan
menjalani terapinya, Bintang menunjukkan perkembangan
yang baik. Bintang mulai mengerti bahwa ada orang-orang di
sekelilingnya yang
sangat peduli dan sayang padanya. Rasa cueknya mulai terkikis
meskipun belum 100% hilang, namun saya yakin pasti dia akan tumbuh
menjadi anak yang normal asal kami terus berdoa dan bergantung pada
pertolongan-Nya. Bintang mulai berbicara, mendengar, melihat, dan
mengenal keluarganya ... saya senang saat dia memanggil namaku dengan
"Cesa...". Hatiku bersorak mendengarnya. Sekalipun dia belum
sembuh total, saya yakin dengan kasih sayang yang diberikan keluarganya,
dia pasti akan sembuh total.

Perkataan dan janji Allah adalah seperti emas yang murni dan perak
yang teruji (Mazmur 12:6). Allah tidak pernah mengecewakan orang
yang sungguh menanti-nantikan Dia dan sungguh berharap kepada-Nya.
Terima kasih Tuhan.

Sumber: Kesaksian di atas ditulis oleh Tesa,
Koordinator Publikasi YLSA
www.sabda.org/ylsa

No comments: