Monday, July 9, 2007


Papinto Badut berbela sungkawa atas terjadinya musibah kecelakaan beruntun di kala liburan sekolah.

7 Juli 2007
Bus Liburan Sekolah Masuk Jurang di Cianjur 15 orang murid tewas.
8 Juli 2007
6 Siswa SMPN *7 Jakarta Selatan tewas menghirup gas beracun Kawah Ratu Gunung Salak Kabupaten Bogor


PESAN BUAT ANAK2KU BILA AKAN BEPERGIAN
DENGAN WAHANA BERGERAK.


Anakku,
Ketahuilah bahwa negerimu dilingkari "cincin api" oleh gugusan gunung berapi dan asset negerimu berupa gugusan pulau berlaut luas sehingga sangat terbuka untuk memiliki kondisi cuaca yang gampang berubah secara ekstreem, itu artinya engkau akan selalu dalam lingkungan "potensi kecenderungan bahaya"
baik didarat, laut ataupun udara selama hidupmu.
Anakku,
Ketahuilah bahwa oleh sebab adanya lingkaran "cincin api" ini, kontur permukaan tanahmu cenderung tidak merata, naik turun, miring, berlumpur permukaan, mudah longsor sehingga jalan kendaraan yang kau bangun akan mengandung "potensi kecenderungan bahaya".
Anakku,
Ketahuilah oleh sebab itu kamu harus berusaha keras sekeras kerasnya bila kamu besar nanti:

>> untuk memiliki organisasi pemantau/pengingat bahaya ini untuk berkarya profesional maksimal dengan memasang papan peringatan bahaya di daerah tujuan wisata dan daerah jangkauan publik lain yang memiliki "potensi kecenderungan bahaya",

>>untuk menindak dengan keras atas kelalaian para pengusaha angkutan yang tidak melaporkan secara berkala kondisi teknis seluruh armada angkutannya,

>>untuk memberi sangsi bagi siapa saja yang tidak melaporkan selama 1 pulsa telephone kepada DLLAJR/ORGANDA terdekat untuk mendapatkan petunjuk lisan langsung karena akan mengangkutmu secara massal bila hendak bepergian keluar kota.

>>untuk selalu berusaha memantau laporan hasil test kondisi psikologis para sopir wahana angkutan massal secara berkala.





Santunan Kecelakaan Urusan Siapa?

Pengantar

Sampai saat ini, sebagian besar masyarakat masih ragu terhadap perusahaan asuransi. Karena bisnis asuransi merupakan bisnis kepercayaan seperti perbankan, asuransi apa pun yang ingin bertahan, haruslah mampu memberi bukti dan bukan sekadar mengumbar janji. Redaksi

Pembaruan/Jurnasyanto Sukarno

ASURANSI KECELAKAAN - Peristiwa kecelakaan di ruas jalan tol Rawamangun, Jakarta Timur. PT Jasa Raharja ditugaskan negara, lewat Undang-Undang No 33 dan 34 Tahun 1964, memberikan santunan kepada korban kecelakaan lalu lintas, baik yang meninggal dunia, cacat seumur hidup, maupun luka-luka.

BISA dipastikan, tak seorang pun di dunia ini menghendaki adanya musibah. Sayangnya, musibah itu datangnya selalu pada waktu dan tempat yang tak bisa diprediksi oleh siapa pun. Masih hangat di ingatan kita, musibah kecelakaan pesawat Lion Air di Bandara Adi Sumarmo Solo, 30 November 2004, yang merenggut nyawa 25 penumpang dan awak pesawat. Peristiwa itu terjadi begitu cepat dan tak diprediksi sebelumnya. Tangis sedih sanak keluarga yang kehilangan orang terkasihnya tak bisa dielakkan.

Dalam situasi yang demikian, orang baru terhenyak betapa pentingnya asuransi dalam kehidupan ini. Sayangnya, kesadaran itu tak bertahan lama. Begitu musibah itu berlalu, berlalu pula ingatan orang akan pentingnya asuransi. Hal itu wajar terjadi, karena sampai saat ini sebagian besar masyarakat masih ragu dengan perusahaan asuransi di Indonesia, baik itu asuransi jiwa, umum, maupun asuransi sosial.

Kalau toh ada sebagian warga yang ikut program asuransi, khususnya mereka yang bekerja, biasanya karena sudah merupakan bagian dari peraturan kantor. Artinya, mereka mengikuti asuransi seperti asuransi jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) karena "diharuskan" perusahaan tempatnya bekerja, bukan atas dasar kesadaran pribadi.

Sekalipun demikian, masih banyak juga yang masih mempertanyakan mengapa harus masuk asuransi Jamsostek. Apalagi, kalau mereka diminta untuk berasuransi secara suka-rela. Seribu satu alasan akan meluncur dari mulut, baik itu alasan yang berkaitan dengan keimanan maupun alasan sosial dan penghasilan yang pas-pasan. Artinya, ada seribu satu cara untuk menghindari asuransi.

Semua itu terjadi karena masyarakat sudah telanjur memiliki citra yang tidak bagus terhadap asuransi. Di mata sebagian masyarakat, asuransi tak lebih dari pengeluaran tambahan yang hanya membebani mereka tanpa keuntungan yang jelas. Apalagi, banyak kasus terjadi, klaim yang dilakukan tidak bisa dicairkan karena berbagai alasan. Misalnya, persyaratan yang tak lengkap, tidak sesuai dengan perjanjian dalam polis, atau berbelit-belitnya proses untuk mendapatkan klaim tersebut. Alhasil, sebagian masyarakat kemudian menjadi apatis terhadap asuransi.

Tidaklah salah memang, karena bisnis asuransi merupakan bisnis kepercayaan seperti perbankan. Karena itu, asuransi apa pun yang ingin bertahan, haruslah mampu memberi bukti dan bukan sekadar mengumbar janji. Problematika itu juga yang dihadapi oleh asuransi Jasa Raharja.

Di tengah ketidakpastian itu, PT Jasa Raharja selaku penyelenggara asuransi sosial terus berupaya memberikan bukti kepada masyarakat khususnya mereka yang menjadi korban kecelakaan.

Perusahaan asuransi milik negara ini memang sedikit berbeda dengan perusahaan asuransi lainnya. Secara khusus, PT Jasa Raharja ditugaskan negara, lewat Undang-Undang No 33 dan 34 Tahun 1964 untuk memberikan santunan kepada korban kecelakaan lalu lintas, baik yang meninggal dunia, cacat seumur hidup, maupun yang menderita luka-luka. Uniknya lagi, jumlah nasabahnya pun tak terbatas. Artinya, semua penduduk Indonesia, yang menjadi korban kecelakaan secara otomatis akan mendapatkan santunan dari Jasa Raharja, walaupun mereka tidak pernah membayar premi. Jadi, bila suatu saat seorang pejalan kaki menjadi korban kecelakaan, ia secara otomatis akan mendapatkan santunan dari Jasa Raharja layaknya seorang nasabah asuransi. Sekalipun si korban itu tak pernah membayar premi asuransi kecelakaan.

Premi

Kalau demikian, dari manakah perusahaan ini mendapatkan preminya? Dalam Undang-Undang No 33/1964 disebutkan, perusahaan ini berhak menghimpun premi dari masyarakat berupa iuran sumbangan wajib dari seluruh penumpang angkutan umum baik darat, laut, maupun udara. Selain itu, sesuai amanat UU No 34/1964, perusahaan ini diberi kewenangan penuh menghimpun premi dari sumbangan wajib pemilik kendaraan bermotor. Pungutan itu biasanya dilakukan bersamaan dengan pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) yakni Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ).

Sedangkan untuk penumpang angkutan baik darat, laut, atau udara, premi dikumpulkan operator yang selanjutnya disetorkan ke Jasa Raharja. Biasanya, premi itu sudah merupakan satu paket dengan biaya yang harus dibayar oleh penumpang/pengguna jasa angkutan yang bersangkutan.

Karena itu, walau tidak ada bukti-bukti layaknya per-usahaan asuransi lainnya, setiap korban kecelakaan berhak mendapatkan santunan dari Jasa Raharja dan perusahaan ini pun memiliki kewajiban menyantuni setiap korban kecelakaan. Pegangannya hanya satu, yakni UU No 33 dan 34 Tahun 1964.

Sekali pun tak ada perjanjian tertulis antara pemegang polis dan perusahaan asuransi, tetapi sejauh ini PT Jasa Raharja mencoba tetap konsisten menjalankan amanat Undang-Undang tersebut. Tak hanya sampai di situ, sebagai salah satu penyelenggara asuransi sosial, Jasa Raharja juga terus berupaya meningkatkan kemampuannya, baik di bidang manajemen sumber daya manusia maupun di bidang keuangan. Setidaknya pada akhir 2004, perusahaan ini telah menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 pada 10 dari 27 cabang di seluruh Indonesia.

Selain itu, pada 2004 pula, perusahaan ini mampu membukukan angka Risk Based Capital (RBC/rasio kecukupan modal dibanding risiko yang harus ditanggung) sebesar 281,17 persen atau berada jauh di atas persyaratan Departemen Keuangan yakni 120 persen. Barangkali, karena kekonsistenan dan prestasinya itulah yang membuat Departemen Keuangan memberikan predikat sehat sekali untuk penilaian kinerja BUMN bagi PT Jasa Raharja.

Yayasan Lembaga Konsumen Asuransi Indonesia (YLKAI) juga mencatat selama lima tahun terakhir ini pihaknya hanya menerima tiga pengaduan terkait dengan asuransi kecelakaan yang dikelola PT Jasa Raharja. Padahal, selama lima tahun terakhir YLKAI menerima 489 pengaduan berkaitan dengan asuransi. Dari jumlah itu, sebagian besar terkait dengan asuransi jiwa, yakni 301 pengaduan, disusul asuransi kesehatan 23, asuransi kerugian 25, asuransi hari tua 41, dan jaminan sosial tenaga kerja satu pengaduan.
Harus diakui, Jasa Raharja sendiri dari waktu ke waktu terus memperbaiki diri, khususnya berkaitan pelayanan kepada masyarakat. Aspek akuntabilitas dan keterbukaan coba diterapkan dengan membuka saluran telepon bebas pulsa bagi masyarakat dan juga akses internet di www.jasaraharja.co.id. Lewat kedua sarana itu, mereka berharap masyarakat yang memiliki masalah atau ingin mendapatkan informasi mengenai asuransi kecelakaan yang dikelolanya bisa segera mendapatkannya.

Mereka juga berupaya mempercepat proses pengurusan klaim bagi korban kecelakaan yang tak lebih dari sepekan sejak pengajuan dilakukan. Hal itu setidaknya bisa menumbuhkan kepercayaan kepada masyarakat, sekaligus mengubah citra masyarakat bahwa pengurusan klaim asuransi itu sulit dan berbelit.

Peranan

Lepas dari semua itu, sesungguhnya peranan asuransi kecelakaan terasa begitu penting. Terutama, bagi mereka yang sebagian besar waktunya habis di perjalanan atau karena tugas dan pekerjaannya mengharuskan orang yang bersangkutan banyak melakukan perjalanan dinas. Apalagi, angka kecelakaan dalam lima tahun terakhir dengan korban meninggal juga cukup tinggi, yakni 130.873 orang. Artinya sekitar 26.000 orang meninggal setiap tahunnya karena kecelakaan.

PT Jasa Raharja sendiri mencatat dalam lima tahun terakhir telah memberikan santunan kepada 395.061 korban kecelakaan lalu lintas. Dari angka itu, 130.873 orang dinyatakan meninggal dan 264.188 lainnya cacat tetap dan luka-luka.

Dirut PT Jasa Raharja, Darwin Noor dalam suatu kesempatan mengatakan, khusus untuk korban penumpang pesawat udara selama lima tahun terakhir, dari 1999 hingga 2004, pihaknya telah membayar santunan Rp 2,1 miliar. Jumlah itu diberikan kepada korban meninggal dunia sebanyak 40 orang dan luka-luka sebanyak 53 orang.

Ia mengatakan, selain menjadi keprihatinan bersama karena tingginya angka dan korban kecelakaan, yang perlu mendapat perhatian serius dari berbagai pihak adalah persentase terbesar dari jumlah korban kecelakaan itu masih dalam usia produktif. Kondisi itu sudah selayaknya pula menjadi keprihatinan bersama seluruh elemen bangsa untuk melihat bahwa asuransi merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita.

Hal itu juga menjadi tantangan tersendiri bagi pelaku asuransi. Apalagi, di era yang semakin global ini, kehadiran asuransi memang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Tetapi, masyarakat juga tidak akan apatis kalau pelaku asuransi, khususnya PT Jasa Raharja selaku penyelenggara asuransi sosial, melakukan berbagai terobosan. Belum lagi, persaingan di industri bisnis asuransi yang kian ketat dewasa ini. Karena itu, tidak ada cara lain, Jasa Raharja harus melakukan terobosan baru dan mendekatkan diri kepada konsumennya.

Jasa Raharja harus mampu menjawab tantangan, berasuransi tidaklah rumit. Apalagi, masih banyak warga masyarakat yang belum tahu, ia sesungguhnya memiliki hak untuk mendapatkan santunan jika mengalami kecelakaan di jalan raya.

Untuk itu, langkah jemput bola dengan memberikan berbagai penyuluhan ataupun memberikan hak kepada mereka yang sudah sepatutnya menerima, merupakan salah satu alternatif yang bisa ditempuh Jasa Raharja. Dalam kaitan ini, langkah untuk mendatangi korban dan keluarganya tanpa pandang bulu merupakan salah satu cara yang bisa ditempuh untuk mendekatkan diri kepada masyarakat, sekaligus memasyarakatkan asuransi kecelakaan di hati masyarakat.

Artinya, kalau Jasa Raharja ingin merebut hati masyarakat, tidak ada pilihan lain, Jasa Raharja harus mengubah diri sesuai dengan tuntutan zaman dan lebih mendahulukan kepentingan korban kecelakaan, sebagai pemegang hak polis untuk mendapatkan santunan. Artinya, Jasa Raharja harus hadir dalam setiap kesempatan jika ada masyarakat yang menjadi korban kecelakaan tanpa peduli siapa pun dia.

Paling tidak, masyarakat akan selalu ingat, jika ada kecelakaan, mereka tahu dengan siapa harus berurusan khususnya menyangkut santunan. Hanya dengan cara itu Jasa Raharja akan mampu eksis, sekaligus merebut hati masyarakat untuk berasuransi.

PEMBARUAN/PAULUS C NITBANI


Last modified: 28/1/05


SUARA PEMBARUAN DAILY

www.suarapembaruan.com

No comments: