Thursday, April 26, 2007

Sejarah Tradisi Dongeng di Indonesia

Dongeng kakek buat Papinto Badut
Dongeng merupakan manifestasi sastra lisan dan disampaiakn turun temurun dari generasi ke generasi pada satu komunitas suatu masyarakat. Dongeng yang paling populer dalam komunitas masyarakat Jawa adalah dongeng si kancil seperti yang terpahat pada dinding candi Borobudur dan cerita fabel lainnya sesuai yang terekam pada pahatan/sclupture candi2 di Jawa Tengah (al. Candi Sojiwan, Mendut ). Saya sendiri mendapat dongeng pertama kali dari Ibu (Kisah bawang putih bawang merah) dan kemudian Kakek. Cerita si Senggutru yang disampaikan kakek, masih teringat sampai saat ini, walaupun cerita itu pertama kali saya nikmati sejak usia 6 tahun dan masih sering saya ceritakan pada anak anak. Saat ini, selaku berprofesi sebagai Pendongeng
selalu saja ada anak anak yang minta didongengin cerita2 lama itu dan selalu memikat hati anak2 walaupun telah berusia berabad-abad.

SEJARAH DONGENG DI INDONESIA
(RELIEF CANDI MENDONGENG FABEL)

Relief candi rupanya bukan sekadar bentuk karya seni tanpa arti. Di dalamnya tersimpan sejuta pesan, terutama soal pendidikan budi pekerti. Sebagai media komunikasi, pesan itu mudah dipahami pada zamannya, tepat sasaran, serta tidak menyinggung harga diri manusia. Sebab, biasanya diekspresikan dalam bentuk adegan cerita fabel.


Relief Candi Sojiwan: seekor burung diapit dua orang. Dikisahkan burung minta pertimbangan kepada pertapa tentang nasibnya yang kurang beruntung. Disarankan oleh sang pertapa agar burung jangan mengoceh yang bukan kodratnya, karena dapat berakibat buruk.
(Foto: Dok. TM Hari Lelono)

Dua ekor burung bangau menerbangkan seekor kura-kura menggunakan ranting. Sementara itu, di bagian bawah terlihat pemandangan anak-anak gembala dan pemburu dengan beberapa ekor kerbau sedang merumput. Para pemburu lengkap dengan busurnya sedang asyik bercengkerama sambil memandang ke angkasa.

Itulah salah sebuah adegan yang terlukis pada pahatan relief di tangga sisi kanan bangunan Buddhis Candi Mendut, Jawa Tengah. Masih terdapat pahatan lain yang juga menyuguhkan beberapa adegan cerita rakyat. Cerita kepiting dengan burung, gajah bersama tikus dan burung, monyet, harimau dan kambing, buaya dengan monyet, burung merak, dan burung berkepala dua.

Sangat jarang pelancong memperhatikan relung-relung relief yang menghiasi kaki bangunan candi berbahan batu andesit itu. Sering mereka hanya melewati begitu saja bangunan candi yang berdiri kokoh sejak kurang lebih 11 abad silam itu. Letaknya sekitar 2 km sebelum memasuki Candi Borobudur, di sisi kanan jalan raya dari arah Yogyakarta.


Malangnya nasib sang kura-kura tampil dalam relief di Candi Mendut.
(Foto: Dok. TM Hari Lelono)

Belajar dari kura-kura

Bila disimak baik-baik, satu per satu relief menyimpan makna pesan mendalam. Bahkan bisa menjadi sumber inspirasi bagi pemerhati dongeng bocah dan memuat pesan edukatif yang kental.

Adegan sangat indah itu mengingatkan pada dongeng anak-anak era tahun 1960 - 1970-an. Dongeng menjelang tidur, setelah seharian menghabiskan waktu untuk bermain jamuran, gobak sodor, benthik, engkling, bagi anak laki-laki. Atau seusai bermain pasaran, mantenan, dan cuthit bagi anak perempuan. Dongeng dan permainan itu mengandung pesan-pesan mulia: kerjasama, kepemimpinan, kejujuran, dan tanggung jawab.

Permainan dan dongeng itu kini tinggal kenangan. Tak lagi diakrabi oleh anak-anak generasi milenium "Saras 008" atau "Power Rangers", yang sering lebih menampilkan kekerasan dan sangat mudah ditiru oleh dunia anak-anak.

Pada adegan dongeng di pipi tangga Candi Mendut dikisahkan: Pada masa lalu para binatang yang hidup di Bumi menjalin persahabatan sangat akrab, termasuk di antaranya pasangan dua ekor bangau dengan seekor kura-kura yang hidup di sebuah telaga berlimpah air. Namun, ... ketenteraman itu terusik akibat terjadi perubahan iklim, dengan datangnya musim kemarau berkepanjangan. Akibatnya, air telaga segera mengering. Seluruh kehidupan yang di dalam dan sekitar telaga pun terancam.

Timbul kedukaan mendalam di hati bangau, terhadap nasib sahabatnya, sang kura-kura. Berkatalah Bangau, "Sahabatku, sebentar lagi akan datang bencana kekeringan, kita harus cepat-cepat mengungsi ke telaga yang lebih besar dengan air jernih melimpah. Danau itu tak jauh dari hutan ini. Berpeganglah pada ranting kering yang kami cengkeram berdua, gigitlah ranting itu pada bagian tengahnya. Tetapi ingat, selama perjalanan jangan menengok ke bawah atau mengucapkan sepatah kata pun, sebelum sampai tujuan."

Lalu, terbanglah mengangkasa ketiga sahabat itu melalui hutan, sungai, dan ladang. Di kejauhan tampak sekelompok anak gembala dan pemburu sedang beristirahat. Mereka melihat pemandangan sangat lucu. Maka, mereka pun bersorak kegirangan sambil mengolok-olok sang kura-kura, yang disebut seperti kotoran sapi kering sedang terbang. Mendengar olok-olok itu, si kura-kura pun marah dan hendak menjawab dengan membuka mulut. Akibatnya, ia pun terjatuh, lalu diperebutkan beramai-ramai untuk dimakan oleh sekelompok anak-anak itu.

Cerita itu mengandung banyak pesan, sifat mudah tersinggung dan marah, atau terpancing emosi dapat berakibat fatal, bahkan mencelakakan dirinya sendiri. Manusia hendaknya menjadi orang sabar dan rendah hati.

Dongeng semacam itu pernah masyhur pada masa klasik di Jawa. Pada masa kebudayaan Hindu dan Buddha ia digunakan sebagai sarana menyebarkan agama dan menanamkan pesan etika dan moral bagi umat manusia, lewat simbol-simbol yang dilambangkan dengan tokoh-tokoh binatang yang dikenal dengan cerita Tantri.

Relief Candi Mendut: seekor merak di atas pohon dengan ekor mekar. Merak tengah memaerkan kemolekan tubuhnya pada seluruh makhluk di hutan. Ini melambangkan suatu kelebihan yang dimiliki seseorang sering menjadi modal untuk sombong.
(Foto: Dok. TM Hari Lelono)

Sebagai media komunikasi

Sebagai media komunikasi, relief merupakan karya seni yang sekaligus memuat ide-ide seniman berkaitan dengan dogma dan nilai keagamaan, pedoman hidup, cinta kasih, juga pendidikan. Intisarinya adalah pesan kepada siapa pun.

Lewat ekspresi karya seni, para seniman menyampaikan pesan sangat penting dengan cara lebih mudah dipahami oleh masyarakat yang memiliki persamaan persepsi budaya. Sejalan dengan pernyataan itu, Kusen (1994) menyatakan, kedudukan seniman adalah komunikator yang tugasnya menuangkan pesan melalui karya seni. Sedangkan masyarakat bertindak sebagai komunikan atau sebagai konsumen seni yang diharapkan dapat menangkap pesan yang disampaikan para seniman melalui karya seninya.

Menurut Bambang Sulistyanto (2000), candi-candi di Jawa Tengah berkembang pada kurang lebih abad ke-8 sampai awal abad ke-10, dan dilanjutkan ke Jawa Timur abad ke-10 sampai ke-15 yang kemudian mengalami perubahan dalam pemahatan relief candi. Kenyataannya, pada pertengahan abad ke-10 M, seni pahat Jawa Timur berbeda secara mencolok dibandingkan dengan seni pahat Jawa Tengah. Di Jawa Tengah gaya seninya menunjukkan corak naturalis, di Jawa Timur menunjukkan corak dekoratif. Relief pada Candi Jago, misalnya, bentuk tokohnya berbeda dengan relief Candi Borobudur dan Prambanan. Yang pertama bentuknya agak kaku dan bergaya wayang purwa, sedangkan yang kedua bentuknya lebih plastis dan naturalistis.

Bangunan berupa candi di Jawa Tengah dan Jawa Timur merupakan contoh candi yang memuat banyak ajaran moral dan etika bagi masyarakat Jawa kuno. Pada masanya sengaja dimanfaatkan para penguasa untuk menghindari konflik, perselisihan, dendam, serta untuk menanamkan saling pengertian. Sejumlah candi di Jawa Tengah, seperti Candi Mendut,

Relief Candi Mendut. Seekor kera di punggung buaya sebagai simbol persahabatan dua binatang yang berakhir tragis. Karena lapar, buaya tega menipu kera. Ia mengajak kera untuk mengambil hati di seberang sungai, tapi di tengah sungai kera dimakan buaya.
(Foto: Dok. TM Hari Lelono)

Prambanan, dan Sojiwan, mengusung pesan-pesan itu.

Sedangkan di Jawa Timur, terutama pada Candi Jago, Surowono, dan Penataran (Blitar), ada perbedaan. Media relief candi dimanfaatkan oleh sastrawan dan pengarang cerita serta dikembangkan dan dikemas dalam bentuk cerita rakyat (folklore), khususnya cerita fabel; cerita yang menggambarkan watak dan budi pekerti manusia dengan pelaku diperankan oleh binatang. Candi Surowono, misalnya, dikelilingi 61 buah panil relief, yang mengandung unsur cerita sebanyak 20 buah. Ada cerita fabel yang menggambarkan seekor katak dengan ular, singa dengan manusia, kancil di tengah ladang, burung belibis di pinggir kolam, dan kerbau dengan buaya di sungai.

Folklore dapat digunakan untuk menjembatani perbedaan adat dan budaya pada masing-masing sub-budaya yang ada. Selanjutnya, sebagai sarana untuk bisa saling mengenal satu sama lain, baik mengenai perbedaan dan persamaan adat istiadat, guna menejembatani perbedaan yang ada sehingga terjadi kesatuan.

Yang dimaksud folklore, menurut Danandjaja (1984), adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, di antara kolektif apa saja secara tradisional, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat alat pembantu pengingat. Sementara menurut Wiliam R. Bascom, folklore mempunyai empat fungsi, yaitu (1) sebagai sistem proyeksi yakni sebagai alat pencermin angan-angan kolektif, (2) sebagai alat pranata dan lembaga kebudayaan, (3) sebagai alat pendidikan, (4) sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat dipatuhi anggota kolektifnya.

Relief Candi Sojiwan. Sapi melawan harimau. Dikisahkan harimau sangat lemah badannya karena kelaparan. Sapi datang menolong untuk menunjukkan tempat makan. Setiba di tempat makan, harimau malah menerkam sapi. Terjadilah perkelahian seru, yang berakhir dengan kematian harimau ditanduk sapi. (Foto: Dok. TM Hari Lelono)

Binatang sebagai simbol

Panil pahatan pada dinding candi disengaja mempunyai makna. Tujuannya, agar pesan yang disampaikan dapat dengan mudah diingat dan dicerna. Menurut Herusatoto (1984), dalam konteks ini tentu konsumen harus mempunyai latar budaya yang sama dengan lukisan panil itu.

Simbol berarti tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu kepada seseorang. Bisa berupa lukisan, perkataan, warna, dan sebagainya. Semisal, warna putih menyimbolkan kesucian atau keharuman. Padi melambangkan kesuburan atau kemakmuran. Binatang kancil menyimbolkan kecerdikan, dan lain-lain.

Simbol dalam beberapa cerita Tantri sering menggunakan lambang-lambang binatang. Binatang dianggap berperilaku sama seperti manusia dengan bermacam karakter. Cerita binatang di Candi Mendut, umpamanya, ada yang terdapat dalam Kitab Pancatantra, Pali-Jataka. Dalam banyak cerita rakyat atau etnografi Jawa sering dijumpai cerita yang mengambil tokoh-tokoh binatang sebagai simbol yang memiliki karakteristik (beberapa contoh bisa dilihat pada Binatang dan Makna Simbolis).

Penggunaan binatang sebagai simbol watak dan tabiat manusia dilakukan karena karakter itu menghadirkan suasana santai, lucu, dan jenaka, sehingga tidak membuat orang tersinggung. Pesan moral dalam cerita binatang itu pun tepat mengenai sasaran, tanpa membuat manusia merasa dituduh (Dipodjojo, 1984).

Pahatan relief candi yang penuh muatan moral positif dan negatif, merupakan pesan masa lalu yang sampai sekarang masih dimengerti oleh sebagian generasi tua. Selain dapat dipelajari, materi itu juga bisa menjadi media yang tepat untuk menanamkan budi pekerti (pendidikan moral dan etika) lewat cerita rakyat dan dongeng bagi anak-anak. (T.M. Hari Lelono, Balai Arkeologi Yogyakarta)


Tuesday, April 24, 2007

Voices For Children



"Children!"
Harun Yahya


Did you ever wonder?
“How did the universe form?”
“How did the sun and the moon begin to exist?”
“Where were you before you were born?”
“How did the seas, trees, and animals come about?”
“How do the colourful and lovely scented fruits that we love, such as bananas, cherries, plums and strawberries, emerge from the dark soil? Who gives them their colours and scents?”
“From where does the tiny bee learn how to make such tasty honey? How does he make a honeycomb that has such smooth corners?”
“Who was the first human?”
“Your mother gave birth to you. But the first human couldn’t have had a mother or a father. So how did the first human all of a sudden appear?”

Do you know what this correct answer is? Everything that you see around you, including yourself, your friends, your parents, the earth, the sun, the food that you love, bananas, cherries, strawberries, colourful roses, violets, beautiful scents, human beings, cats, dogs, ants, bees, horses, birds and butterflies, in short everything was created by Allah.

We asked you, “Did you ever think: from where does the tiny bee learn how to make such tasty honey?” Well, Allah is the One Who teaches the bee how to make honey.

But there are those people who tell stories about these things. They don’t believe that Allah has created everything and they invent stories about it. These people are called “evolutionists” and the story that they tell is called “evolution”.

We want you to learn what is the truth, and that is why we have started by telling you the right things. In the second part of the book, we will show you how those who believe in evolution deceive people. If after you have read this book, someone comes up to you one day and asks you to believe in the theory of evolution, you can then tell him that the theory of evolution is not right, and Allah is the Creator of everything.

(From one of HarunYahya's books)


“On Children”
Kahlil Gibran

Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu.
Mereka adalah putra putri dari kehidupan yang merindukan dirinya sendiri,
Mereka datang melaluimu tetapi bukan darimu,
Dan walaupun mereka tinggal bersamamu, mereka bukanlah milikmu.

Kau dapat memberikan kasih-sayangmu tetapi tidak pikiranmu,
Karena mereka mempunyai pemikiran sendiri.

Kau dapat memberikan tempat untuk raga tetapi tidak untuk jiwa mereka,
Karena jiwa mereka menghuni rumah masa depan, yang tak dapat kau kunjungi, bahkan tak juga dalam mimpi-mimpimu.

Kau dapat berupaya keras untuk menjadi seperti mereka, tetapi jangan mencoba membuat mereka sepertimu,
Karena kehidupan tidak berjalan ke belakang juga tak tinggal di masa lalu.

Kau adalah busur dari mana anak-anakmu melesat ke depan sebagai anak panah hidup…
Sang pemanah melihat sasaran di atas jalur di tengah keabadian, dan DIA meliukkanmu dengan kekuatanNYA sehingga anak panahNYA dapat melesat dengan cepat dan jauh.
Biarkanlah liukkanmu di tangan sang pemanah menjadi keceriaan;
Bahkan DIA pun mengasihi anak panah yang terbang, demikian juga DIA mengasihi busur yang mantap.




Monday, April 23, 2007

HUMOR ANAK

Susi Si Gadis Lugu
Susi sudah menginjak 16 tahun, Ibunya mulai kawatir sebab banyak sekali pria yang menaksirnya, apalagi Johan si playboy kampung yang hampr saban malam minggu bertamu ke rumahnya. Nampaknya Susi menyukainya sebab ia secara sukarela menerima Johan setiap apel kerumahnya. Melihat Susi yang masih nampak polos dan lugu, ibunya kawatir dan berpesan menasehati.
"
Susi kamu sudah besar dan harus bisa jaga diri, Johan itu tergolong playboy", nasehat si Ibu.
"Baik, Bu..", jawab Susi
"Bagaimana sikap Johan ketika berdekatan denganmu?"
"Bu, nampaknya ia mulai pegang2 tangan saya Bu!"

"Oke Susi, bila nanti ia pegang dadamu, kau harus bilang DON'T, ngerti?" "Ngerti, Bu!"
"Dan Kalau ia nanti mulai meraba bagian bawahmu,
kau harus bilang STOP !
"
"Jadi Bu, kalau Johan nanti pegang dua duanya, aku harus bilang DON'T STOP ya Bu?"
======

Bayi Minum Bensin

Kenapa bayi kalo menangis suaranya oe..oe..oe..???
- Ya jelas dong, kan sering dikasi minum susu oleh mamanya, coba kalo sekali kali dikasi minum bensin nanti suaranya akan bremm...brem...rrrreeemmm...!!!!


Saturday, April 21, 2007

Pekerja Anak dan Korban Trafficking

Papinto Badut Juara Joget Lucu JTV Surabaya 2005
Menjadi MC dalam acara Lomba Menyanyi Anak Tingkat Jawa Timur di panggung WTC Surabaya merupakan pengalaman baru, disini aku bisa tampil sebagai MC dan berjoget selama 4 jam, walaupun usiaku sudah 40an. Ya tua tua gini aku ini juara joget lho. Dengan wajah Papinto ini, siapa yang dapat mengenali wajahku yang asli? Mejadi badut "yang lain" sudah merupakan semacam panggilan Tuhan bagiku...wah anak anak itu ada yang minta dan merengek Papanya untuk mendekati dan mencoba mengamati wajahku dari dekat, tapi kadang ada juga yang malah takut. Aneh juga anak2 in, manusia apa aku ini dalam benaknya. Contohnya si Areik (1 tahun) berani pegang2 hiasan buah topiku sambil kagum ko ada manusia coreng moreng begini. Laen lagi si Cristine (3 tahun) anak Tionghoa peserta lomba ini nampak lebih tua dari usia sebenarnya, ketika menyanyi dan menari begitu lincah dan atraktif. Si ibu yang membanggakan aktifitasnya yang seabrek, mulai lomba acting, lukis, les piano, keperagawatian cilik dll. Si ibu nampaknya berusaha untuk membuat Cristine mandiri lebih awal. Melihat si Cristine, aku jadi ingat kira2 13 tahun yang lalu, Joshua si anak ajaib yang sudah berprestasi dan bergelimang uang dari hasil rekaman menyanyi pada usia dini, kurang dari 4 tahun. Hal ini membuat para ortu di tanah air antusias dan berlomba lomba untuk mengharapkan anaknya mandiri lebih awal...meniru Joshua. Pemaksaan kerjakah? entahlah, tapi bila benar tentunya hal ini kurang baik pada pertumbuhan kepribadiannya, sebab usia anak memiliki fase2 tertentu dalam prosesnya tumbuh jadi dewasa. Papinto mengharapkan agar para ortu tidak memaksakan kehendak untuk menjadikan si kecil sebagai pekerja anak. Biarkan saja anak tumbuh wajar semestinya dan seimbang antara aktifitas bermain dan belajar.


Indonesia akan Hapus Pekerja Anak


Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menegaskan komitmennya untuk menghapuskan pekerja anak di seluruh Indonesia dan menggunakan pendidikan sebagai salah satu kunci penanggulangannya.

Siaran Pers Bersama Organisasi Buruh Internasional (ILO) dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas yang diterima di Jakarta, Minggu, menyebutkan, Bappenas akan memprakarsai penggunaan pendidikan sebagai salah satu kunci penanggulangan pekerja anak.

Sementara itu ILO menyebutkan, pekerja anak tidak hanya membahayakan hak anak-anak, namun juga memberi ongkos sosial yang besar.

Pekerja anak umumnya memiliki pendapatan yang kecil dan mengalami kemiskinan saat mereka dewasa. Anak-anak mereka (yang waktu anak-anak sudah bekerja) pun kemungkinan besar putus sekolah dan menjadi pekerja anak juga.

"Karenanya sangatlah penting memberikan anak-anak kesempatan mengenyam pendidikan yang berkualitas," kata Direktur ILO di Indonesia, Alan Boulton.

Menindaklanjuti pentingnya pendidikan, khususnya bagi keluarga miskin, dalam menanggulangi pekerja anak, ILO bekerja sama dengan Bappenas akan menggelar seminar nasional bertajuk Memerangi Pekerja Anak Melalui Pendidikan, di Gedung Bappenas Jakarta, pada Senin (27/6).

Seminar bertujuan mempertimbangkan berbagai perkembangan terbaru dalam kebijakan tentang pendidikan dan pekerja anak, serta mengidentifikasi kesempatan untuk mengangkat masalah pekerja anak ke dalam agenda-agenda pembangunan dan program-program pendidikan.

Berdasar Data Sensus Kesejahteraan Nasional (Susenas) tahun 2003, di Indonesia terdapat 1.502.600 anak berusia 10 hingga 14 tahun yang bekerja dan tidak bersekolah, sekitar 1.621.400 anak tidak bersekolah serta membantu di rumah atau melakukan hal lainnya.

Sebanyak 4.180.000 anak usia sekolah lanjutan pertama (13-15) atau 19 persen dari anak usia itu, tidak bersekolah.

Data Susenas juga menyebutkan insiden pekerja anak dan ketidakhadiran di sekolah terbilang tinggi di daerah pedesaan. Di perkotaan sekitar 90,34 persen anak-anak usia 10-14 tahun dilaporkan bersekolah, dibandingkan dengan 82,92 persen di pedesaan.

Untuk menanggulangi masalah itu, Indonesia telah mengembangkan Rencana Aksi Nasional untuk Menghapuskan Bentuk-bentuk Terburuk Pekerjaan untuk Anak.

Indonesia juga sudah meratifikasi Konvensi ILO 182 dan menyatakan komitmennya untuk mengambil tindakan segera menghapuskan pekerja anak. Sebagai tindak lanjut, dibentuk Komite Aksi Nasional untuk Penghapusan Bentuk-bentuk Terburuk Pekerjaan untuk Anak berdasar Keppres Nomor 12 tahun 2001 pada Januari 2001.

Pembentukan Komite itu diikuti dengan pendirian Rencana Aksi Nasional melalui Keppres Nomor 59 tahun 2002 tanggal 13 Agustus 2002 yang menegaskan kebutuhan untuk mencegah dan menghapuskan bentuk-bentuk terburuk pekerjaan untuk anak.
Sumber : (Ant/Cay)

Memperjuangkan UU Pemberantasan "Trafficking"
- Dari Pengalaman Perempuan

RANCANGAN Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang saat ini berada pada urutan kesembilan Program Legislasi Nasional di DPR. Rancangan ini merupakan inisiatif pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan pada tahun 2002. Pada tahun yang sama, mantan Presiden Megawati Soekarnoputri mengeluarkan Keppres RI Nomor 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak. Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri juga telah menerbitkan Amanat Presiden untuk mengajukan rancangan ini ke DPR.

PADA tanggal 7 Maret 2005 Komisi VIII DPR mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komnas Perempuan, Komnas Perlindungan Anak, Aisyah, Muslimat NU, Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia dan Solidaritas Perempuan untuk memperoleh masukan dalam Pembahasan Penyusunan RUU tentang trafficking.

Tentu saja ada banyak hal yang dibicarakan dalam pertemuan tersebut, terutama mengingat setidaknya sejak beberapa tahun terakhir sejumlah organisasi perempuan dan anak telah bekerja memerangi perdagangan orang (trafficking), termasuk mendorong lahirnya UU Anti Trafficking di Indonesia.

Terdapat beberapa hal kritis berkenaan dengan RUU yang ada saat ini, antara lain belum ada kejelasan posisi saksi korban, korban bukan saksi, dan saksi bukan korban untuk mendapatkan hak perlindungan korban dan saksi; belum diaturnya kekebalan korban dari penuntutan untuk perbuatan yang dilakukan selama proses perdagangan orang. Misalnya, bagaimana jika korban melakukan tindak kekerasan atau perusakan sebagai bentuk perlawanannya dari tindak kejahatan trafficking. RUU pun belum mengatur larangan atas pemeriksaan riwayat pribadi korban sebelum peristiwa-peristiwa yang berujung pada perdagangan.

RUU ini juga belum menegaskan perlindungan bagi korban secara komprehensif, termasuk tempat tinggal, layanan konseling, informasi tentang hukum, bantuan material, kesempatan kerja, pendidikan dan pelatihan, hingga kerahasiaan identitas; belum mengatur kemungkinan korban memperoleh status penduduk sementara di Indonesia sehingga tidak menghalangi korban dalam memperoleh kompensasi melalui pengadilan; dan belum mengatur jaminan bahwa korban yang diperdagangkan ke Indonesia hanya dapat dipulangkan secara sukarela, termasuk mereka yang tidak memiliki kewarganegaraan atau dokumen akibat trafficking.

Selain itu, RUU ini belum membuat ketentuan khusus untuk korban anak dan belum jelas pasal pemidanaan terhadap sindikat trafficking yang berkedok badan hukum tertentu.

Mendesak

Sejumlah hal di atas sesungguhnya menunjukkan kompleksitas persoalan perdagangan manusia dan karenanya semakin mendesak untuk diatur dalam suatu UU.

Data Komnas Perlindungan Anak (Maret 2005) menunjukkan, angka penjualan anak balita yang melibatkan sindikat internasional menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2003 ada 102 kasus yang terbongkar, tahun 2004 bertambah menjadi 192 kasus. Jumlah anak korban trafficking untuk tujuan prostitusi meningkat, dari berbagai rumah bordil di Indonesia, 30 persen atau sekitar 200.000-300.000 perempuan yang dilacurkan adalah anak-anak.

Catatan Tahunan Komnas Perempuan menunjukkan, pada tahun 2004 teridentifikasi 14.020 kasus kekerasan terhadap perempuan (meningkat dari tahun 2003, yaitu sebesar 7.787 kasus). Dari angka ini, 562 merupakan kasus trafficking.

Di lapangan, pengalaman bekerja dalam isu trafficking mengantarkan saya pada fakta bahwa persoalan ini tidak semudah yang kita bayangkan. Di tingkat pencegahan, trafficking berkaitan erat dengan beberapa faktor, mulai dari kemiskinan yang mencekik, rendahnya tingkat pendidikan, hingga budaya yang mengobyekkan anak dan perempuan, seperti menganggap anak adalah "milik" orangtua atau bahwa anak perempuan adalah obyek seksual yang bernilai ekonomis.

Di tingkat penanganan kasus, sejumlah kerumitan kembali ditemui. Sebagai contoh, sebagian aparat penegak hukum dan aparat pemerintah sering mempertanyakan mengenai persetujuan korban trafficking. Salah seorang peserta lokakarya pernah mengatakan, "Bagaimana ya, Bu. Kalau dia sendiri (korbannya) mau, lantas kita mau apa?"

Hal lain, sebagian aparat penegak hukum dan aparat pemerintah mempertanyakan mengenai "kedewasaan" korban. Seorang peserta pernah mengatakan kepada saya, "Ya, meskipun umur si korban di bawah 18 tahun, tetapi kalau sudah tahu ’gituan’', sudah kawin, berarti sudah bukan anak-anak lagi dong."

Ada pula aparat penegak hukum, aparat pemerintah, dan anggota masyarakat yang masih menggunakan standar moralitas yang bias dalam memandang persoalan trafficking. Sebagai contoh, kenyataan korban pernah melakukan hubungan seksual sebelumnya (tidak "perawan"/tidak "gadis") umumnya dijadikan standar moral bahwa perempuan tersebut bukan perempuan "baik-baik" dan dengan demikian kasusnya dicurigai bukan trafficking.

Mengenai perlindungan dan pemulihan korban hingga saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang menjamin perlindungan dan pemulihan pada korban trafficking.

Implikasi kondisi ini mengerucut pada ketidakadilan dan pengabaian hak-hak korban. Ironisnya, persoalan ini juga berimplikasi pada kemungkinan terjadinya kriminalisasi terhadap korban sehingga kondisi yang dialami korban adalah menjadi "pelaku" atas penderitaan yang dialaminya. Ini pula yang sering mengakibatkan korban cenderung takut melaporkan kasusnya jika mereka dengan susah payah berhasil lepas dari sindikat trafficking.

Kelemahan hukum

Mengingat pengalaman di atas, proses pembuatan UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang seyogianya memerhatikan: pertama, kemendesakan lahirnya UU ini terkait dengan lemahnya instrumen hukum nasional yang dimiliki Indonesia untuk menangkap kompleksitas persoalan trafficking, sementara korban terus berjatuhan. Meskipun sejak lahirnya UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, mengenai penjualan anak dan pemaksaan hubungan seksual terhadap anak untuk tujuan komersial atau tujuan tertentu lainnya telah diatur, tetap saja belum mampu menangkap kompleksitas persoalan trafficking. Apalagi bila hanya menggunakan Pasal 297 KUHP.

Pemerintah Indonesia pada 12 Desember 2000 telah menandatangani Protokol untuk Mencegah, Memberantas dan Menghukum Perdagangan Orang, terutama Perempuan dan Anak. Protokol yang kemudian lebih populer disebut Palermo Protocol ini setidaknya menjadi salah satu instrumen hukum internasional yang mampu menangkap kompleksitas persoalan trafficking.

Sudah semestinya semangat protokol ini mewarnai secara utuh UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang sedang digodok. Sebagai contoh, pasal 3 protokol ini (mengenai definisi) menekankan: diabaikannya persetujuan dari korban; adanya pengakuan pada korban dan dengan demikian kepada korban dilekatkan sejumlah hak yang wajib dipenuhi negara; serta adanya pengakuan pada kerentanan anak terhadap trafficking dan dengan demikian kepada anak wajib diberikan perlakukan khusus.

Semangat dan substansi UU ini semestinya diletakkan dalam kerangka perlindungan dan penegakan hak-hak korban, khususnya perempuan dan anak. Cara pandang yang keliru dalam melihat persoalan harus diluruskan sehingga tidak mereduksi makna sesungguhnya penghapusan trafficking, apalagi hanya menjadi persoalan moralitas semu.

Untuk itu, jelas trafficking mesti dikembalikan pada persoalan pelanggaran HAM, khususnya perempuan dan anak. Kepada korban dilekatkan sejumlah hak, termasuk tempat tinggal, layanan konseling, medis, informasi tentang hukum, bantuan material, kesempatan kerja, pendidikan dan pelatihan, hingga kerahasiaan identitas.

Adalah kewajiban negara untuk memastikan dilakukannya langkah dan tindakan yang tepat dalam melakukan pencegahan, pembuatan peraturan perundang-undangan, penanganan, perlindungan, dan pemulihan pada korban. Untuk itu, posisi negara (pemerintah) sebagai pemangku kewajiban dalam melindungi perempuan dan anak dari trafficking haruslah termaktub dengan tegas dalam UU ini.

R Valentina Sagala Aktivis Feminis, Direktur Eksekutif Institut Perempuan, Bandung
Sumber : www.kompas.co.id

Monday, April 16, 2007

Wawancara Poetri Soehendro (Wanita Pendongeng)


Poetri Soehendro

Melestarikan Tradisi Mendongeng

Para pembaca, berjumpa kembali dengan Wimar Witoelar. Sewaktu saya masih kecil, mendengarkan cerita itu membawa suatu suasana tersendiri. Apapun ceritanya kalau diceritakan oleh orang yang kita percayai, maka itu dapat mengubah suasana. Suasana malam dari gelisah menjadi tenang, suasana pagi dari malas menjadi semangat, dan suasana siang dari bingung menjadi lebih terfokus. Sayang sekali ilmu atau kebiasaan itu sudah tidak banyak lagi di Indonesia. Untunglah diantara yang langka itu, ada seseorang yang masih membawakan tradisi story telling atau tradisi dongeng di radio bahkan sekarang juga di panggung, di manapun orang berminat mendengarkannya. Tamu yang kita undang adalah salah satu pendongeng terkemuka di Indonesia saat ini, Poetri Soehendro.

Poetri menyatakan komunitas pendongeng profesional di Indonesia hanya berjumlah sekitar 10 orang dan dia satu-satunya perempuan pendongeng. Ini menyedihkan dirinya karena mendongeng itu seharusnya dilakukan lebih banyak oleh wanita dengan naluri keibuannya. Wanita yang melahirkan, mereka yang membesarkan anak. Di sisi lain mendongeng juga menghasilkan uang. Bayangkan saja wilayah Indonesia yang begitu luas hanya memiliki 10 pendongeng.

Berikut wawancara Wimar Witoelar dengan Poetri Soehendro.

Apakah boleh atas nama pembaca saya meminta Poetri menceritakan satu dongeng terlebih dulu?

Boleh. Ini cerita favorit saya.

Pada suatu hari di dalam sebuah hutan, ada seekor singa yang paling garang dan paling jahat di dalam hutan sedang tertidur. Seekor tikus, tikus yang paling kurus, kerempeng, paling kecil, berjalan mengendap-mengendap, jalan-jalan keliling hutan. Tanpa tersadar dia menginjak ekor dari singa tersebut. Singa mengaum, "Hrrrmm… kamu dasar tikus kecil! Mengganggu tidur siangku! Sebaiknya kau ku makan." Tikus kecil yang kerempeng itu kemudian dengan gemetar bilang: "Maaffff Raja Hutan… Saya tidak berminat untuk menginjak buntut Bapak. Ngga sengaja… Tapi begini Pak, kalau bapak tidak memakan saya, saya berjanji, kalau bapak dalam kesulitan pasti saya tolong." Singa tertawa tertawa terbahak-bahak "Hahaha… Kamu bodoh banget. Mana mungkin binatang sekecil kamu dapat menolong aku?" "Ehhh… si Raja Hutan ngga percaya sama saya? Pasti saya tolong!" Satu minggu… dua minggu… tiga minggu berlalu… Singa sedang berjalan-jalan keliling hutan pada suatu malam. Jadi singa tidak tahu ada sebuah perangkap besar yang dipersiapan oleh sang pemburu. Ia berjalan dengan pongah dan angkuhnya, "Tidak ada yang bisa mengalahkan singa!" Tapi pada saat ia sudah masuk perangkap, ia mengaum dengan keras, karena perangkap itu naik ke atas pohon dan mengikat tubuhnya. "Hrraummmm!!!!" Aumannya di seluruh hutan, tapi seluruh binatang ketakutan mendengar aumannya, karena ternyata ia bukan raja hutan yang disukai oleh penduduknya, kecuali oleh seekor tikus. Tikus itu mendengar, "Saya sepertinya kenal auman itu." Tikus mengikuti dimana suara itu berasal, kemudian dia lihat ke atas pohon. " Eee.. Si Raja Hutan. Ngapain Pak di atas?" Si Raja Hutan berkata, " Hraumm… jangan tambah penderitaanku. Tolong aku tikus." Tikus kemudian berkata, "Pak katanya ngga percaya sama binatang kecil." Tikus kemudian naik ke atas pohon, menggigiti satu per satu tali temali itu hingga akhirnya putus. Kemudian singa berkata, "Aku selama ini selalu menganggap remeh binatang yang lebih kecil dari aku. Tapi aku baru sadar, ternyata betapa pun kecil binatang itu, pasti ada gunanya dan pasti ada maksudnya ia dihadirkan Tuhan."

Bagaimana Anda bisa mempunyai keahlian mendongeng? Apakah itu dari pengalaman di rumah atau memang ada semacam ketrampilan tertentu, studi tertentu untuk bercerita dongeng?

Awalnya dari sebuah morning show yang saya bawakan di sebuah radio. Saya semula harus membuat acara berisi tentang kultur selama satu bulan. Saya bingung karena selama sebulan harus membicarakan masalah budaya, jadi apa yang saya mesti bicarakan lagi di acara itu? Kemudian produser saya mengatakan dongeng aja Put.

Apakah sebelum diminta produser sudah suka dunia dongeng?

Ngga.. ngga. Saya jauh dari dunia dongeng, saya jauh dari anak-anak, pada waktu itu sebetulnya saya tidak begitu memperhatikan dunia anak-anak. Namun sekarang menjadi sangat care (peduli).

Ok. Jadi ini bukan dari pengalaman di rumah dibawa ke radio.

Di radio saya terpaksa membawakannya. Sebulan berturut-turut saya membawakan acara itu.

Apakah Anda mempunyai latar belakang teater atau drama untuk mengubah permainan suara?

Tidak ada.

Tadi dibawakan suara macam-macam sehingga saya seperti nonton film kartun dimana karakternya tergambarkan oleh volume suara, nada, dan intonasi. Apakah setelah Poetri melakukan dongeng kemudian membuka referensi mengenai how to tell a story?

Iya, semula saya membawakannya cuma dengan membaca. Pada waktu saya bosan saya berhenti. Saya ngga mau ah membacakan dongeng di radio. I feel stupid karena I don’t know what I’m doing sebetulnya. Saya tidak tahu apa yang saya lakukan. Tapi kemudian banyak telepon dari pendengar bahkan sampai ratusan. Semua bertanya mengapa berhenti? Akhirnya saya mulai membawakannya, saya mulai mempelajarinya, saya mulai ke Google University (situs mesin pencari di internet– red).

Jadi saya klik story telling, saya klik story teller. Wah, itu isinya macam-macam. Di situlah saya belajar dan di situlah saya tahu bahwa di luar Indonesia ternyata ratusan orang berprofesi sebagai pendongeng.

Iya, kalau di Eropa biasanya di setiap desa kecil ada story teller yang hebat, yang bertahun-tahun berkuasa. Kalau sudah tua ada yang menggantikannya. Jadi sebagian dari tradisi kelompok-kelompok kota. Sekarang Anda sudah belajar di Google University. Apakah di Indonesia dulu tidak ada cerita tentang story teller? Bukankah dalang itu story telling?

Sebetulnya dalang itu adalah kelanjutan dari story telling. Saya percaya sekali itu. Kalau di Amerika, story teller biasanya bercerita di library atau taman-taman. Pendengarnya atau penontonnya justru kebanyakan orang dewasa ketimbang anak-anak. Jadi seperti cerita yang tadi saya ceritakan sebetulnya kalau diceritakan untuk orang dewasa juga ada impact-nya.

Apakah Anda juga bermaksud memberikan metafor terhadap hal yang lebih luas melalui cerita itu?

Iya, sebetulnya itu. Jadi saya tidak mau menjadi pendongeng hanya untuk anak-anak, mengisi acara ulang tahun anak. Saya melihat dongeng adalah suatu ilmu dan keterampilan yang dahsyat yang memudahkan kita masuk ke dalam masyarakat. Apa pun pesan yang ingin kita sampaikan ke masyarakat, kita bisa masukkan tanpa orang merasa digurui, tanpa orang merasa dikhotbahi, tanpa orang merasa dipaksa untuk mengerti tentang sesuatu.

Cerita yang Anda bawakan tadi adalah cerita anak-anak klasik, standar, dan saya sudah sering dengar. Kekuatannya tadi adalah dalam penyampaiannya. Jadi seperti ceritanya dari Shakespeare tapi pemainnya Al Pacino sehingga jadi bagus. Tapi Apakah dalam Anda mendongeng dikaitkan dengan suatu situasi tertentu, mencari relevansi khusus, misalnya, cerita Lapindo, cerita Flu Burung, atau kontemporer?

Ya, dan itu saya mulai pada waktu Pemilu. Saat itu banyak anak anak menanyakan, "Tante, nyoblos itu apa sih, Pemilu apa sih?" Akhirnya, saya ceritakan mengenai sebuah kerajaan di hutan dimana si Raja Hutan sakit dan meninggal sehingga harus mencari penggantinya. Siapa yang seharusnya menjadi pengganti? Semua anak mengatakan, "Raja juga dong tante. Eh, siapa bilang Jerapah bukannya tidak pandai memimpin hutan, dia hanya belum memiliki kesempatan saja." Sampai di akhir cerita anak-anak mengatakan, "Oh, kalau begitu seperti Pemilu sekarang yach Tante." Iya betul. Jadi jika pada pemilu waktu itu calon presidennya ada lima, maka saya juga memakai contoh lima binatang. Karena itu saya sampai kuliah lagi dan kegiatan lainnya guna memperdalam dongeng ini.

Jadi akhirnya Ibu boleh dikatakan mengembangkan sendiri kemampuan di bidang pendongengan.

Iya dan saya juga ingin menyampaikan kepada masyarakat bahwa pendongeng itu tidak cuma hanya di ulang tahun anak lho.

Saya sudah lama tidak ke ulang tahun anak-anak karena tidak pernah diundang juga. Apakah acara ulang tahun anak-anak sekarang suka ada pendongeng?

Suka ada. Kadang-kadang saya suka mendapat telpon seperti ini, "Kan gini ya Mbak Poetri, anak saya takut Badut, kayaknya Mbak Poetri juga lucu, boleh deh ngedongeng. Nah itu saya suka mengatakan bukannya saya tidak mau disamakan dengan badut karena badut juga memiliki keahlian tersendiri untuk menghibur anak. Tetapi dongeng ini berbeda. Dalam urusan mendongeng ini, saya sangat menggangap hal ini serius.

It is very serious yach. Bahkan sebetulnya bisa juga dipakai dalam pidato di DPR. Saya kira Soekarno dulu suka mendogeng juga walaupun terbatas. Dongeng yang diceritakan itu sebetulnya tidak hanya untuk anak kecil, tapi untuk masyarakat luas, dan banyak hal-hal yang terkandung di belakangnya. Selain itu, saya tetap menganggap mendongeng suatu exspertise yang sangat susah sedangkan di sini belum banyak pendongeng. Tapi setelah menjadi pendongeng, apakah Anda melihat ada orang yang berusaha untuk melakukan hal sama atau Anda tetap sendiri?

Sekarang sih yang terhitung dengan jari cuma 10 pendongeng profesional. Saya satu-satunya perempuan pendongeng. Ini buat saya menyedihkan karena mendongeng itu seharusnya dilakukan lebih banyak oleh wanita dengan naluri keibuannya. Wanita yang melahirkan, mereka yang membesarkan anak. Tapi dari 10 pendongeng yang ada di Indonesia, sembilan laki-laki, saya sendiri perempuan. Banyak orang ingin mulai mencobanya, tetapi mungkin karena keadaan negara yang sudah susah mereka suka bertanya, "Duitnya gede nggak sih Put?"

Iya, apakah mendongeng ada duitnya?

Kalau saya mengatakannya dengan cara bayangkan begitu luasnya wilayah Indonesia tapi kita cuma memiliki 10 pendongeng. Sekarang barangkali menjadi sembilan karena Kak Seto juga tidak terlalu aktif dan Pak Raden juga usianya sudah tua. Jadi 10 orang tersebut mendongeng untuk seluruh anak di Indonesia. Can you imagine? Jadi seharusnya ada duitnya.

Mekanismenya barangkali melalui pemerintah, melalui yayasan. Saya yakin. Karena itu saya kira kita ada baiknya menyebarkan contoh-contoh dari Anda ini supaya siapa saja yang membaca ini bisa tergugah. Kalau tidak didanai agar bisa jalan maka akan bisa punah.

Sebetulnya banyak pihak swasta yaitu sponsor yang banyak sekali mempergunakan tenaga pendongeng untuk promosi produk mereka dan selalu sukses ketika itu ditujukan untuk anak-anak dan ibu rumah tangga. Jadi dongeng sering dijadikan alat untuk promosi. Tapi saya selalu mengatakan kepada pihak swasta, Ayo dong bawa saya ke Sulawesi, ayo dong bawa saya ke Sumatera, ayo dong bawa saya ke Papua. Mereka pikir, "Ah sudahlah, sudah dagang di Surabaya juga sudah laku Bu, yuk pulang yuk."

Satu hal mengenai cerita dongeng tadi. Penyampaiannya lancar sekali. Apakah dongeng tersebut dihafal dari teks? Bagaimana caranya supaya menjadi lancar?

Pointers-pointersnya saja.

Jadi seperti pembicara di seminar saja, public speaking.

Betul. Nanti kalau ada audience-nya, biasanya cerita bisa menjadi panjang. Kalau anak-anak kelihatan sudah mengerti jalan ceritanya maka dipotong pendek. Tapi kalau kelihatan anak-anaknya smart, mereka ingin ada elaborasi dan biasanya persoalannya dibuat lebih berat lagi.

Jadi jelas pendongeng adalah kegiatan interaktif seperti public speaking dan ada reaksi. Kalau di koran lebih susah. Ok, saya akan minta Anda memberikan contoh satu lagi dongeng yang lebih pendek.

Satu dongeng lagi:

Di sebuah kerajaan ada seorang raja yang tampan luar biasa. Ia kerjanya hanya memandang dirinya di kaca terus menerus dari hari ke hari, dari bulan ke bulan, dan dia tidak pernah melakukan tugasnya sebagai raja. Suatu hari dewa turun dari kahyangan dan mengintip di jendela : "Ngapain raja kok hanya cuma memandang dirinya di kaca?" Kemudian Dewa mendengar raja berguman, "Aku adalah manusia paling ganteng sedunia. Jangan-jangan dibandingkan Dewa, aku lebih ganteng dari Dewa". Dewa sangat marah mendengar hal itu, kemudian Dewa berkata,"Mulai hari ini kau akan kuberi tanduk!" Esok harinya raja mempunyai dua tanduk, yang tidak bisa diapa-apain. Kemudian karena malu, raja akhirnya menyingkir ke hutan. Di hutan dia hanya bergaul dengan binatang, ia bertani, ia bercocok tanam, dan ia mulai merasakan apa itu artinya kerja. Pada suatu hari dia bangun, ia raba kepalanya, tanduknya hilang. Dan ia kembali ke kerajaannya. "Prajurit, tandukku sudah hilang. Aku ingin balik lagi ke istana". Dan karena dia sudah terbiasa bekerja, raja mulai melakukan tugasnya sehari-hari, negaranya sudah mulai makmur, maju dan murid-muridnya terpelajar. Akhirnya raja tahu bahwa sebagai raja tidak boleh hanya memandang diri di cermin. Tetapi dia juga harus mulai bekerja.

Wah itu sangat relevan. Raja kita terlalu sering bercermin.

Mengaca terus, menyisir, mengganti baju terus.

Ganteng makin ganteng tapi kapan kerjanya? Ok, Ibu tidak keberatan kalau ceritanya itu ditarik pada relevansi masyarakat, bahkan relevansi politis.

Iya, betul.

Sewaktu Anda tadi mendongeng sangat memikat. Tapi bagaimana yang baca transkrip ini? Saya pikir kalau ditranskrip juga sama ada dampaknya. Walaupun barangkali tidak 100%, ada gunanya. Apakah Anda pernah pikirkan atau menyelidiki bagaiaman pengaruh dongeng-dongeng itu jika dalam bentuk tertulis?

Kalau melihat di website www.storytelling.com atau www.storyteller.net jumlah yang mengunjunginya sangat tinggi

Betulkah itu banyak pengunjungnya?

Betul, banyak sekali pengunjungnya. Mereka men-download cerita-cerita.

Itu teks dan bukan audio yach.

Itu teks.

Apakah Anda mempunyai website sendiri?

Tidak punya.

Apakah Anda mempunyai koleksi dari dongeng yang diceritakan seperti dalam bentuk formal buku?

Ya, tapi saya mengarsipkan itu, bukan membukukannya.

Berapa kira-kira jumlah file arsip dongeng Anda tersebut?

Saya mempunyai hampir 200 cerita yang pernah saya bacakan di radio maupun di acara lainnya.

Apakah ada rencana untuk diterbitkan?

Ada rencana untuk diterbitkan, tetapi penerbit pernah bicara sama saya, "Put, jangan dijual deh ceritanya, tapi lebih baik dijual tipsnya mendongeng. Karena itu lebih berguna."

Barangkali betul juga karena kekuatan cerita ada pada penyampaiannya, sedangkan ceritanya tidak semuanya asli dari Anda.

Betul. Jadi tips-tips mendongeng kalau dibukukan barangkali lebih berguna buat orang.

Sumber : www.perspektifbaru.com

Thursday, April 12, 2007

Autisme, Penyakit Aneh Anak-Anak

Papinto dikeroyok 2 anak autis.
Pagi tadi aku dapet undangan menghibur anak2 autis binaan Yayasan Bina Autis Surabaya. Pertama aku mengengar nama penyakit ini kira2 setahun yll dan belum ngerti apa2. PD aja aku berangkat dengan penampilan baru pake musik rebana bila sedang nampil ndongeng. Setelah putar2 cari alamat yang susah, sebab yayasan ini belum memiliki papan nama. Setelah kontak lewat wartel, akhirnya ketemu juga. Masuk halaman yang tenang, tapi begitu sampai didalam aku disambut jeritan seorang gadis cute dan cantik sekali. Usianya kira2 13 tahun. Ya, ampun ternyata ia penderita autis, segera rasa jatuh kasihanku padanya. Ketika kutanyakan pada Ibu Asih sang pengasuh, ko tak ada gejala luar sama sekali. O, ia memang yang nampak paling tenang disini, itu kalo belum punya hasrat untuk berkomunkasi, tapi kalau udah ngomong sulit sekali untuk berhenti. Jeda antara tertawa dan menangis tidak ada, jadi semacam terdapat gangguan emosional. Lain lagi si Joni yang usianya kira2 10 tahun, tiba2 ia menghampiriku dan memperhatikan wajahku dengan seksama lantas mengambil potlot dan kertas, lalu dengan tekun mencoba untuk melukisku..hasilnya tubuh aku digambar segede ibu jari dengan kepala sebesar koin seratusan, wah kok seperti gambar tomat? ia cuma tertawa tawa saja. Alhasil, penampilanku dianggap sukses karena hanya ada 2 orang anak yang maju kedepan "menyerangku" untuk merebut musik rebanaku, jadilah aku mendongeng sambil rebutan rebana.


Apakah penyakit autis itu?

Penyakit "Autis" sering menjadi perbincangan hangat di kalangan
orangtua dan pakar kesehatan anak. Kurangnya informasi tentang
penyakit ini sering membuat orangtua dicekam rasa takut dan kuatir, terutama
jika mendapati anaknya dinilai memiliki tingkah laku yang
aneh. Bahkan, ada orangtua yang berceletuk, "Lebih baik memiliki anak yang
menderita bibir sumbing daripada menderita autis."

Nah, apakah sebenarnya penyakit autis? Gejala-gejala apa saja yang patut
diwaspadai untuk melakukan deteksi dini? Kami mengajak Anda
menyimak e-Konsel edisi kali ini karena pokok bahasan yang kami
sajikan dalam edisi ini adalah tentang penyakit autisme. Selamat
menyimak. (Tes)


MENGENAL AUTIS


Banyak sekali definisi yang beredar tentang Autis. Tetapi secara
garis besar, Autis, adalah gangguan perkembangan khususnya terjadi
pada masa anak-anak, yang membuat seseorang tidak mampu mengadakan
interaksi sosial dan seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Pada
anak-anak biasa disebut dengan Autis Infantil.

Schizophrenia juga merupakan gangguan yang membuat seseorang menarik
diri dari dunia luar dan menciptakan dunia fantasinya sendiri:
berbicara, tertawa, menangis, dan marah-marah sendiri.

Tetapi, ada perbedaan yang jelas antara penyebab dari Autis pada
penderita Schizophrenia dan penyandang Autis Infantil. Schizophrenia
disebabkan oleh proses regresi karena penyakit jiwa, sedangkan pada
anak-anak penyandang Autis Infantil terdapat kegagalan perkembangan.

Gejala Autis Infantil timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun.
Pada sebagian anak, gejala-gejala itu sudah ada sejak lahir. Seorang
ibu yang sangat cermat memantau perkembangan anaknya sudah akan melihat
beberapa keganjilan sebelum anaknya mencapai usia 1 tahun.
Yang sangat menonjol adalah tidak adanya atau sangat
kurangnya tatap mata.

Untuk memeriksa apakah seorang anak menderita autis atau tidak,
digunakan standar internasional tentang autis. ICD-10 (International
Classification of Diseases) 1993 dan DSM-IV (Diagnostic and
Statistical Manual) 1994 merumuskan kriteria diagnosis untuk Autis
Infantil yang isinya sama, yang saat ini dipakai di seluruh dunia.
Kriteria tersebut adalah:

Untuk hasil diagnosa, diperlukan total 6 gejala (atau lebih)
dari no. (1), (2), dan (3), termasuk setidaknya 2 gejala dari no. (1) dan
masing-masing 1 gejala dari no. (2) dan (3).

1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik.
Minimal harus ada dua dari gejala-gejala di bawah ini:
- Tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai:
kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak-
gerik kurang tertuju.
- Tidak bisa bermain dengan teman sebaya.
- Tak ada empati (tak dapat merasakan apa yang dirasakan orang
lain).
- Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang
timbal balik.

2. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi. Minimal harus ada
satu dari gejala-gejala di bawah ini:
- Perkembangan bicara terlambat atau sama sekali tak berkembang.
Anak tidak berusaha untuk berkomunikasi secara non-verbal.
- Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak dipakai untuk
berkomunikasi.
- Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang.
- Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif, dan kurang
dapat meniru.

3. Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam
perilaku, minat, dan kegiatan. Minimal harus ada satu dari gejala
di bawah ini:
- Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat
khas dan berlebihan.
- Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas
yang tidak ada gunanya.
- Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang.
- Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda.

Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam bidang:
a. interaksi sosial,
b. bicara dan berbahasa,
c. cara bermain yang monoton, kurang variatif.

Autis bukan disebabkan oleh Sindroma Rett atau Gangguan Disintegratif
Masa Kanak. Namun, kemungkinan kesalahan diagnosis
selalu ada, terutama pada autis ringan. Hal ini biasanya disebabkan
karena adanya gangguan atau penyakit lain yang menyertai gangguan
autis yang ada, seperti retardasi mental yang berat atau hiperaktivitas.

Autis memiliki kemungkinan untuk dapat disembuhkan, tergantung dari
berat tidaknya gangguan yang ada. Berdasarkan kabar terakhir, di
Indonesia ada 2 penyandang autis yang berhasil disembuhkan, dan kini
dapat hidup dengan normal dan berprestasi. Di Amerika, dimana
penyandang autis ditangani secara lebih serius, persentase kesembuhannya
lebih besar.

Bila Anda membutuhkan informasi yang lebih detail tentang autis,
silakan menghubungi alamat di bawah ini:

- Pusat Pelayanan Gangguan Perkembangan Anak Fakultas Psikologi
(P2GPA) Unika Soegijapranata Jl. Imam Bonjol 186 A, Semarang 50132
Telp. (024) 554613

- Perkumpulan Orangtua Pembina Anak Autistik (POPAA)
Jl. Erlangga Tengah III/34, Semarang
Telp. (024) 313083

- Yayasan Autisma Indonesia
Jl. Buncit Raya No. 55, Jakarta Pusat
Telp. (021) 7971945 - 7991355


APAKAH AUTIS ITU DAN APA YANG BISA KITA LAKUKAN?


Autis adalah penyakit atau gangguan pada perkembangan otak yang
diperkirakan menyerang 1 dari 1.000 orang di Amerika. Orang yang
menderita autis biasanya kurang mampu berbahasa dan tidak mampu
bergaul dengan lingkungan sosialnya. Sekitar 80% dari jumlah
penderita autis adalah laki-laki. Mengapa demikian, alasannya
tidak diketahui oleh para peneliti.

Hal yang juga tidak diketahui adalah penyebab autis. Segala
sesuatu dari perubahan genetik hingga kontak kandungan ibu dengan penyakit
sampai ketidakseimbangan kimia telah dipersalahkan. Namun
faktor-faktor orangtua bisa diabaikan sebagaimana yang dianjurkan
oleh beberapa peneliti.

Walaupun diinformasikan bahwa mereka tidak ada hubungannya
dengan penyakit anak mereka ini, beberapa orangtua terus-menerus
mengatakan
bahwa mereka merasa bersalah karena tidak mampu berinteraksi
dengan anak mereka. Berikut ini adalah apa yang diketahui tentang autis.

1. Kesulitan dengan kemampuan organisasi
-------------------------------------
Penderita autis lepas dari kemampuan intelektual mereka, ternyata
memiliki kesulitan mengatur diri mereka sendiri. Seorang pelajar
autis mungkin bisa menyebutkan tanggal-tanggal bersejarah setiap
perang yang terjadi, namun selalu lupa membawa pensil mereka ke
kelas. Murid-murid ini bisa jadi seorang yang sangat rapi atau
paling jorok. Orangtua harus selalu ingat untuk tidak memaksakan
kehendaknya pada mereka. Mereka hanya tidak mampu mengatur diri
mereka sendiri tanpa pelatihan yang spesifik. Seorang anak

penderita autis memerlukan pelatihan kemampuan mengatur dengan
menggunakan langkah-langkah kecil yang spesifik supaya berfungsi
dalam situasi sosial dan akademis.

2. Seorang penderita autis memiliki masalah dengan pemikiran yang
bersifat abstrak dan konseptual
--------------------------------------------------------------
Lepas dari apa yang dikatakan orangtua, beberapa penderita autis
akhirnya memperoleh kemampuan abstrak, namun ada juga yang tidak.
Pertanyaan: "Mengapa kamu tidak mandi?" nampaknya sesuai untuk
dikatakan ketika sedang menghadapi anak yang tidak mau mandi.
Dengan anak autis seringkali lebih baik menghindari kalimat
pertanyaan yang mengundang perdebatan, sebaiknya Anda mengatakan:
"Saya tidak suka kalau kamu tidak mandi. Ayo, masuk ke kamar
mandi dan mandi sekarang. Kalau kamu butuh bantuan, saya akan
menolongmu tapi saya tidak akan memandikan
kamu." Hindari menanyakan pertanyaan yang panjang lebar. Para orangtua ataupun
perawat harus sekonkret mungkin dalam seluruh interaksi mereka.

3. Peningkatan tingkah laku tak wajar mengindikasikan peningkatan
stres
--------------------------------------------------------------
Dalam banyak situasi, terutama situasi yang tidak akrab, akan
menyebabkan stres sehubungan dengan perasaan atau hilangnya
kontrol. Dalam kebanyakan contoh, stres bisa dikurangi ketika
anak-anak diizinkan untuk keluar dari situasi yang menekan.
Membuat program untuk membantu anak-anak menghadapi stres di
sekolah sangat disarankan.

4. Perilaku mereka yang berbeda janganlah diambil hati
---------------------------------------------------
Penderita autis seharusnya tidak dianggap sebagai seorang yang
selalu berperilaku menyimpang atau ingin menyakiti perasaan orang
lain atau mencoba membuat hidup jadi sulit bagi orang lain.
Seorang penderita autis jarang bisa bersikap manipulatif. Umumnya
perilaku mereka merupakan hasil dari usaha mereka keluar dari
pengalaman yang menakutkan, atau membingungkan. Penderita autis,
secara alami karena ketidakmampuan mereka, memiliki sifat
egosentris. Kebanyakan penderita autis menghadapi masa-masa sulit
untuk bisa memahami reaksi orang lain karena adanya
ketidakmampuan persepsi.

5. Gunakan kata-kata dengan makna sesungguhnya
-------------------------------------------
Secara sederhana, katakanlah apa yang Anda maksudkan. Jika
pembicara tidak sangat mengenal si penderita autis, sebaiknya
mereka menghindari penggunaan: singkatan/panggilan, ejekan,
kalimat bermakna ganda, idiom, dan sebagainya.

6. Ekspresi wajah dan isyarat-isyarat lainnya biasanya tidak
berhasil

---------------------------------------------------------
Umumnya, mayoritas penderita autis memiliki kesulitan membaca
ekspresi wajah dan mentafsirkan bahasa tubuh atau perilaku dengan
kesan-kesan tertentu.

7. Seorang penderita autis nampak tidak mampu mempelajari sebuah
tugas
-------------------------------------------------------------
Ini merupakan sebuah tanda bahwa tugas atau tugas-tugas itu
terlalu sulit baginya dan perlu disederhanakan. Cara lainnya
adalah menghadirkan tugas-tugas itu dengan cara yang berbeda --
baik secara visual, fisik, maupun verbal. Metode-metode ini
seringkali diabaikan oleh guru-guru dan orangtua di rumah karena
hal ini memerlukan kesabaran, waktu eksperimen, dan kemauan untuk
mengubah metode atau kebiasaan lama.

8. Hindari terlalu banyak informasi atau kata-kata
-----------------------------------------------
Para guru dan orangtua harus jelas, menggunakan kalimat-kalimat
pendek dengan bahasa yang sederhana untuk menyampaikan maksud
mereka. Jika anak-anak tidak punya masalah pendengaran dan bisa
memperhatikan Anda, ia mungkin kesulitan memisah-misahkan apa
yang diajarkan dan informasi lainnya.

9. Tetaplah konsisten
------------------
Persiapkan dan berikan sebuah daftar pendek pelajaran yang akan
Anda ajarkan. Tulislah pada sebuah grafik. Datangi mereka setiap
hari pertama-tama dengan anak yang muda. Jika perubahan terjadi,
katakan padanya dan ulangi informasi tentang perubahan itu.

10. Aturlah sikapnya
----------------
Meskipun rasanya mustahil, adalah mungkin untuk mengatur sikap
anak autis. Kuncinya ialah konsistensi dan pengurangan stres
pada anak. Juga dianjurkan untuk melakukan penambahan sikap
sosial yang positif dilakukan secara rutin.

11. Hati-hati dengan lingkungan
---------------------------
Dalam banyak contoh, seorang penderita autis bisa sangat sensitif
dengan apa yang ada dalam ruangan. Cat tembok warna cerah atau
dengungan lampu pijar sangat mengganggu bagi para penderita
autis. Untuk membuat perubahan yang berarti, guru dan orangtua
perlu waspada dan berhati-hati terhadap lingkungan dan masalah-
masalah yang ada.

12. Anak yang memiliki perilaku menyimpang atau terus-menerus
membangkang merupakan sebuah tanda masalah
---------------------------------------------------------
Sekalipun anak-anak kadang-kadang berperilaku menyimpang atau
membangkang, seorang penderita autis seringkali bersikap demikian
ketika dia kehilangan kendali. Ini bisa menjadi sinyal bahwa
seseorang atau sesuatu di sekitarnya membuatnya marah atau
terganggu. Hal yang sangat menolong ialah keluar dari
lingkungan itu atau jika ia bisa menuliskan apa yang mengganggunya, tetapi
jangan mengharapkan sebuah respon positif misalnya ia melanjutkan
untuk mengerti apa yang sedang terjadi dan apa artinya. Metode
keberhasilan lainnya adalah permainan peran dan mendiskusikan apa
yang membuatnya marah atau berkelakuan buruk. Biarkan ia menjawab
karena ia berpikir Anda akan meresponi tingkah lakunya.
Memanfaatkan aktivitas ini akan menolong untuk mengurangi
kepadatan sebuah situasi sehingga mengubah fokusnya dengan
memperhatikan apa yang mengganggunya.

13. Jangan menduga apa pun saat mengevaluasi kemampuan atau
keahliannya
-------------------------------------------------------
Orang-orang yang menangani anak-anak autis melaporkan bahwa
beberapa orang autis sangat pintar matematika, tetapi tidak mampu
menghitung uang kembalian yang sederhana di kasir. Atau,
mereka memiliki kemampuan mengingat setiap kata yang ada dalam sebuah
buku yang dibacanya atau pidato yang ia dengar, tetapi tidak
ingat untuk membawa kertas ke kelas atau dimana ia menaruh sepatu
olahraganya. Perkembangan kemampuan yang tidak seimbang merupakan
sifat autisme. Autisme, sebagaimana disebutkan di atas, tidak
begitu diketahui atau dipahami dengan baik. Ini masih merupakan
masalah yang membingungkan bagi orangtua, guru dan mereka yang
bekerja dan mengobservasi anak-anak semacam ini.

14. Kunci
-----
Kunci untuk bekerja dengan penderita autis ialah:
BERSABARLAH, BERPIKIRAN POSITIF, KREATIF, FLEKSIBEL, dan
OBJEKTIF.

Tips tambahan bagi para orangtua:

1. Temuilah dokter
---------------
Jika Anda menduga anak Anda menderita autis, temui seorang dokter
ahli dan mintalah diagnosa. Mintalah penjelasan kepada mereka dan
tanyakan sebanyak mungkin pertanyaan yang menurut Anda perlu
ditanyakan. Bersikaplah kritis! Jangan menunggu mereka memberikan
informasi kepada Anda karena Anda akan menunggu begitu lama tanpa
jawaban.

2. Pelajarilah hak-hak orang cacat
-------------------------------
Biasakanlah diri dengan tindakan-tindakan orang cacat. Jangan
takut untuk mengajukan permintaan pada dokter medis, sekolah,
pengurus sekolah atau para guru. Mereka hanya akan melakukan apa
yang diperintahkan atau diminta pada mereka. Dalam hal ini,
kesabaran, kegigihan, pengetahuan, dan sikap menghormati akan
memberikan hasil yang baik.

3. Carilah bantuan
---------------
Banyak anak cacat tidak pernah memperoleh bantuan karena orangtua
mereka merasa takut dan malu. Ingat, tidak ada hal yang telah
Anda lakukan yang menyebabkan kecacatan ini terjadi. Orang lain
juga punya masalah yang serupa. Ada pertolongan untuk anak Anda.
Teruslah mencari informasi.

4. Bersabarlah
-----------
Jangan menyerah. Ingatlah bahwa anak Anda tidak suka bertindak
seperti itu tetapi mereka hanyalah berusaha untuk mendapatkan
perhatian dari dunia dan sekitar mereka.

5. Jangan berulang-ulang berusaha melatih sebuah tugas kepada anak
---------------------------------------------------------------
Penderita autis biasanya menolak perubahan aktivitas rutin.
Memaksa anak autis melakukan sesuatu justru bisa jadi malapetaka.
Lebih baik jika Anda melihat ia mengalami kesulitan, mundurlah
dan cobalah untuk memecahkan tugas itu menjadi sesuatu yang lebih
sederhana dan mudah dikerjakan. Ini artinya ia telah mencapai
batasnya -- sebagaimana kita semua juga bisa demikian. Cobalah
untuk memberikannya pilihan. Ini akan memberinya indera kontrol
dan stabilitas diri. (T/Sil)

Sumber : Situs Faithwriters
www.faithwriters.com


APAKAH ANAK SAYA AUTIS?


PERTANYAAN
==========
Perkembangan putra sulung saya sangat memprihatinkan.
Dia tak peduli dengan lingkungan sekitarnya dan lebih senang mengucilkan diri
ketimbang bermain dengan teman-teman seusianya. Saya harus
berteriak saat memanggil, untuk membuatnya menoleh ke arah saya. Tidak cuma
itu, dia juga kurang 'nyambung' kalau diajak bicara. Apalagi
kalau saya berkomunikasi lewat telepon, padahal usianya
sudah 5 tahun.
Awalnya, saya kira dia punya kelainan dengan telinganya. Tetapi
setelah diperiksa, dokter
bilang telinga anak saya baik-baik saja. Yang lebih mengkuatirkan, dia sanggup menangis berjam-jam jika
sedang marah atau ngambek.

Seorang teman mengatakan kemungkinan anak saya menderita autis.
Ketika saya bawa ke dokter, diagnosanya menyatakan baru sebatas
gejala dan anak saya disarankan ikut terapi. Yang ingin saya tanyakan, benarkah semua perilaku anak saya adalah gejala autis?
Kalau ya, bisakah disembuhkan dan bagaimana perkembangannya setelah
dia dewasa? Apakah autis berkait erat dengan keterbelakangan mental?

JAWABAN
=======
Austis adalah gangguan perkembangan yang luas yang terjadi pada
anak, dan bisa terjadi pada siapa saja. Anak yang menderita autis
biasanya mengalami gangguan perkembangan di bidang komunikasi, interaksi,
perilaku, emosi, dan sensoris. Gejala autis sudah tampak
sebelum anak berusia 3 tahun, yakni:
- tidak adanya kontak mata,
- tidak menunjukkan respon
terhadap lingkungan,
- kurang dalam berhubungan dengan orang lain (misalnya dalam bentuk
komunikasi non verbal yang lemah),
- kurang ekspresif serta kurang beremosi.

Selain itu, perkembangan bahasanya juga lambat. Misalnya:
- jumlah kosa kata yang dikuasai sangat minim dan tidak sesuai
dengan usianya,
- kurang berinisiatif dalam berkomunikasi dengan orang lain,
- penggunaan bahasa yang diulang-ulang,
- kurang spontan,
- mengulang-ulang gerakan dan sebagainya.

Jika tidak dilakukan terapi, maka setelah usia 3 tahun perkembangan
anak akan terhambat atau mundur, seperti misalnya, kurang mengenal
suara orangtuanya dan kurang mengenal namanya.

Penyebab autis belum diketahui secara pasti. Namun diduga akibat
gangguan neurobiologis pada susunan syaraf pusat, yaitu:
- faktor generik,
- gangguan pertumbuhan sel otak pada janin,
- gangguan pencernaan,
- keracunan logam berat,
- dan gangguan autoimun.

Mengenai kesembuhan penyakit autis, sebetulnya tergantung pada
penyebabnya. Jika penyebabnya faktor gangguan pada otak, maka autis
tidak dapat sembuh total, meski gejalanya dapat dikurangi dan
perilakunya dapat diubah ke arah positif dengan berbagai terapi.

Untuk anak Anda, sebelum menjatuhkan vonis autis, sebaiknya Anda
membawanya ke psikiater anak agar bisa diperiksa secara lebih
terarah. Dengan demikian, bisa diketahui apakah betul anak Anda
menderita penyakit autis atau tidak. Ini dilakukan agar Anda bisa
mengambil langkah ke depan secara lebih tepat. Anda juga dapat
melakukan berbagai tindakan seperti, mengamati perilaku anak secara
mendalam, mengetahui riwayat perkembangannya, melakukan pemeriksaan
medis (kerjasama dengan dokter, psikolog), serta melakukan terapi
wicara dan perilaku. Yang pasti, terapi ini bisa memakan waktu lama,
sampai berbulan-bulan.
Keberhasilan terapi itu sendiri tergantung diagnosa. Semakin dini
diagnosa dilakukan, semakin tinggi
keberhasilan pengobatan anak Anda. (PG)

Sumber diambil dari:
Situs Parentsguide
www.parentsguide.co.id


KEPONAKANKU AUTIS?


Pada 18 Maret 2005 lalu anak pertama kakak saya meninggal dunia.
Tentu, kami sekeluarga, khususnya kakak dan suami kakak saya sangat
terpukul karena peristiwa ini. Hampir semua keluarga dekat dan
teman-teman kami menghibur dengan mengatakan bahwa ini adalah
kehendak Tuhan dan pasti ada rencana yang indah di balik kematian
Yudhist (nama anak itu). Sebenarnya, waktu itu saya shock sekali.
Sekalipun saya sudah menerima keadaan itu, selama berhari-hari
kesedihan itu tidak juga pergi dari hati saya. "Orang memang dapat
dengan mudah mengatakan bahwa itu adalah kehendak Tuhan karena
mereka tidak mengalami sendiri sehingga mereka tidak dapat merasakan
apa yang kami rasakan," itulah yang saya pikirkan selama berhari- hari.
Namun, kemudian Tuhan membuka hati dan pikiran saya. Dia
membuat saya mengerti bahwa ini adalah kehendak dan rencana-Nya.

Benar sekali,... setelah kematian Yudhist, perhatian kami tertuju
kepada Bintang, adiknya yang berusia kurang lebih 1,5 tahun. Dengan
berjalannya waktu kami sekeluarga melihat ada sesuatu yang aneh pada
dirinya. Dia sangat aktif (hiperaktif), dan pertumbuhan ataupun
perkembangannya tidak sesuai dengan tahapan usianya, khususnya dalam
hal berbicara. Bukan hanya itu saja, dia bahkan tidak pernah
memperhatikan jika diajak bicara (tidak ada kontak mata). Dan, ibunya mengira dia autis. Hal itu membuat kami
semua gelisah. Saya berpikir, "Apalagi ini?"

Untuk membuktikan semua dugaan kami, sang ibu membawanya ke pusat
pendidikan terapi autisme di Solo untuk diperiksa. Hasil pemeriksaan
dokter menyatakan bahwa keponakan saya itu sedang di ambang autis.
Penyebabnya adalah kurang perhatian dan kasih sayang dari
orangtuanya. Saya tersentak waktu mendengarnya. "Bagaimana dia bisa
kurang kasih sayang?" Dengan penuh rasa sesal, ibunya bercerita
bahwa selama ini, Yudhist dan Bintang mengalami pertumbuhan yang berbeda.
Yudhist mendapat perhatian dan kasih sayang yang lebih
banyak daripada Bintang. Orangtuanya selalu menganggap bahwa Bintang
bisa dinomorduakan karena dia tidak pernah mengungkapkan aksi protes
terhadap perlakuan orangtuanya. Hal itu menjadi kebiasaan, sehingga
akhirnya Bintang tumbuh menjadi anak yang cuek, tidak peduli dengan
keadaan, dan seolah-olah memiliki dunianya sendiri. Dokter mengatakan
jika hal ini dibiarkan terus-menerus, maka Bintang akan
benar-benar menjadi autis.

Peristiwa ini betul-betul membuka mata saya. Mengingat janji Tuhan
yang mengatakan bahwa segala sesuatu diizinkan terjadi untuk
mendatangkan kebaikan (Roma 8:28). Hikmah di balik kematian Yudhist
sedikit demi sedikit mulai dinyatakan-Nya. Terbayang di benak saya,
"Bagaimana jika Tuhan tidak memanggil Yudhist, apakah Bintang benar-
benar akan menjadi autis? Apakah orangtuanya akan menyadari hal
ini?"

Sekarang saya mulai mengerti. Dengan seluruh kemampuan, saya mencoba
untuk mengerti semua yang terjadi, namun saya gagal untuk mengerti
karena saya mengandalkan kekuatan sendiri. Dan, setelah saya
memutuskan untuk merendahkan diri di bawah tangan Tuhan yang kuat,
saya mulai mengerti bahwa di balik kematian Yudhist ada rencana
indah yang dikerjakan Tuhan bagi semuanya, khususnya bagi Bintang.
Namun, ini juga bukan berarti demi kebaikan Bintang Tuhan mengambil
Yudhist. Saya masih terus bergumul untuk mencoba mengerti hal-hal
yang belum saya mengerti. Namun, saya yakin suatu saat nanti, entah
kapan, Allah akan menyatakan semua yang belum saya ketahui.

Beberapa bulan ini Bintang menjalani terapi di pusat pendidikan
terapi autisme di Solo. Dan, selama menjalani terapinya, ia harus
masuk setiap hari Senin hingga Jumat untuk belajar berinteraksi
dan mengenali lingkungan. Selain itu, dia juga harus menjalani diet
untuk tidak makan makanan yang terbuat dari tepung terigu. Terkadang,
saya merasa kasihan melihatnya. Seharusnya, anak seusia
dia paling suka dengan makanan yang bervariasi, termasuk terbuat dari tepung terigu. Namun, saya mengerti itu harus
dijalaninya demi kesembuhannya.

Satu hal yang membuat saya bersyukur, setelah beberapa bulan
menjalani terapinya, Bintang menunjukkan perkembangan
yang baik. Bintang mulai mengerti bahwa ada orang-orang di
sekelilingnya yang
sangat peduli dan sayang padanya. Rasa cueknya mulai terkikis
meskipun belum 100% hilang, namun saya yakin pasti dia akan tumbuh
menjadi anak yang normal asal kami terus berdoa dan bergantung pada
pertolongan-Nya. Bintang mulai berbicara, mendengar, melihat, dan
mengenal keluarganya ... saya senang saat dia memanggil namaku dengan
"Cesa...". Hatiku bersorak mendengarnya. Sekalipun dia belum
sembuh total, saya yakin dengan kasih sayang yang diberikan keluarganya,
dia pasti akan sembuh total.

Perkataan dan janji Allah adalah seperti emas yang murni dan perak
yang teruji (Mazmur 12:6). Allah tidak pernah mengecewakan orang
yang sungguh menanti-nantikan Dia dan sungguh berharap kepada-Nya.
Terima kasih Tuhan.

Sumber: Kesaksian di atas ditulis oleh Tesa,
Koordinator Publikasi YLSA
www.sabda.org/ylsa